Minggu, 26 Februari 2012

Cinta Itu Apa .....???

Sungai, batu, tanah, langit itu menjadi saksi atas percakapan dua orang anak manusia di tengah hari yang menyengat. Diantara kebosanan itu dua orang anak manusia memutuskan untuk pergi dari lokasi pengobatan gratis yang di adakan sekelompok mahasiswa Farmasi menuju ke pinggir sungai, mencari tempat yang nyaman. Di belakang tenda paramis mereka pun duduk, sebuah payung kuning cerah menjadi pelindung keduanya dari sengatan matahari siang yang membakar. Ditemani biskuit dan kerupuk khas Aceh lengkap dengan minuman penyegar tenggorokan mereka menikmati pemandangan sungai yang indah. Di seberang sana ada bebatuan dan rumput-rumput yang menghijau. Tepat di hadapan mereka ada bukit-bukit yang didominasi oleh pohon kelapa dan di bawah bukit-bukit itulah penduduk desa kecil ini membangun tempat tinggal sederhana mereka.
Kedua sahabat karib itu pun menumpahkan segala rasa dan kepenatan yang mereka rasa. Bicara tentang masa lalu, untuk kemudian mengambil hikmahnya. Bicara masa sekarang, untuk seterusnya dijalani dengan ketabahan. Bicara masa depan untuk selanjutnya mempersiapkannya. Perbedaan daerah asal tak membuat mereka berbeda, mereka sama. Satu fikroh. Islam, islamlah yang telah mempersatukan persahabatan mereka. Dengan islam mereka berjalan di muka bumi. Dengan islam mereka menjalani kehidupan sehari-hari, memaknai setiap detiknya dengan dzikir kepada Ilahi. Dengan islam mereka mencoba mencari solusi dari tiap permasalahan yang singgah di kehidupan mereka. Islam ya Islam.
Seperti siang itu dalam percakapan mereka di tepi sungai. Ketika salah satu dari mereka yang sedang dirundung masalah hati akhirnya mulai berbicara.
“Ukhti, cinta itu apa?”
“CINTA?” tanya sahabatnya mengulang lima kata sakral yang baru ditanyakan wanita berjilbab abu-abu yang ada di sebelahnya.
“Ya..C-I-N-T-A..” ulangnya lagi sambil menatap lekat-lekat sahabat karibnya dari Aceh itu.
“Ehm, banyak definisinya. Tergantung dari sudut mana Anti memandangnya.” Wanita berjilbab merah muda itu mengalihkan pandangannya ke sungai. “Jika yang Anti tanya CINTA kepada Allah, maka ku jawab itulah rasa yang benar, cinta yang hakiki, cinta sejati, cinta yang kekal.”
“Tapi, jika yang Anti tanya cinta kepada manusia, maka hanya kekecewaanlah yang akan Anti dapatkan.” Lanjutnya lagi seolah paham cinta apa yang dimaksud oleh akhwat di sebelahnya itu.
Keduanya pun terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak salah lagi, sebenarnya keduanya sama-sama sedang bimbang oleh rangkaian lima huruf itu. Sebuah tanya kembali hadir. Untuk siapakah cinta itu? Kedua anak manusia sedang diuji oleh satu rasa yang memiliki sejuta makna.
Cinta...
Karena hal itulah kau dapat melakukan sesuatu yang mungkin kau sendiri tak menyangka dapat melakukannya.
Karenanya pula kau dapat mengorbankan apapun, bahkan jiwa dan raga tak luput untuk kau berikan.
Karenanya, banyak orang merasakan keindahan apabila ia dapat memeliharanya.
Namun, tak sedikit yang merasakan penderitaan karenanya.
Yang disebabkan mereka telah silau dibuatnya.
Itulah cinta.
Yang menjerumuskan seseorang apabila ia salah menempatkannya.
Namun, dapat menyelamatkan, apabila ia tepat menggunakannya.
Allah-lah sumber cinta yang hakiki.

Jumat, 24 Februari 2012

BAPAK..!

Hari sudah tampak gelap ketika bapak menghentikan motornya di sebuah kedai di pinggir pantai desa itu. Ku pikir bapak mau makan, tapi tidak. Bapak bilang dia sedikit ngantuk. Jadi istirahat dulu. Aku paham, perjalanan dari kampung bapak ke kota memang jauh. Enam jam perjalanan bawa motor bukan hal yang mudah. Belum lagi ditambah hambatan di jalan. Ah, aku yang hanya menumpang di balakang bapak pun berasa sangat lelah. Ngantuk.
                Langit mendung, gelap. Tanda-tanda mau hujan. Kami berteduh di bawah pondok. Tepatnya kedai yang ditinggal pemiliknya. Bapak menyodorkan selembar uang sepuluhribuan padaku. Menyuruhkun membeli minuman. Kubeli beberapa botol minuman ringan. Lalu kusodorkan ke bapak. Tapi bapak menolak dan malah menyuruhku menghabiskannya saja. Ternyata bapak bukannya mau minuman tapi bapak mau anaknya ini minum mungkin karena dilihatnya aku sepertinya lelah dan haus. Padahal aku sama sekali nggak haus, tapi lelah iya. Minuman-minuman itu hanya bermain-main saja di tanganku.
                Tiba-tiba gerimis lalu tak sampai satu menit hujan semakin lebat, di tambah lagi badai. Sebuah motor berhenti didekat kami. Pengemudi dan penumpangnya turun dan masuk ke pondok tempat kami berteduh. Bapak mempersilakan kedua orang itu duduk di sebelahnya .  Sementara aku sedikit bergeser ke pinggir pondok. Ku tatap tetes-tetes hujan yang berjatuhan dari pinggir atap pondok. Diam.
                Bapak menyerahkan jaket anti hujannya untuk kupakai. Padahal aku sudah pakai baju panjang di tambah jaket. Aku menolak. Kasihan bapak pikirku. Tapi bapak terus memaksa, kata bapak dia cukup pakai jas hujan saja. Tak lama dikeuarkannya jas hujan dari bawah jok motor. Hari semakin gelap. Walau hujan belum reda, tapi bapak memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Takut kemalaman. Hari sudah menunjukkan pukul enam sore, itu artinya  jika kami harus menempuh jarak sekitar tiga jam lagi maka kami baru samapi ke kota sekitar pukul sembilan malam.
                Menerobos hujan, bapak mengendarai motor pelan. Aku yang ada di belakang saja mengigil kedinginan lalu bagaimana dengan bapak yang ada di depan tanyaku. Kasian bapak.
                Sesekali bapak bertanya, mau durian atau mau sate. Beberapa kali pula aku menolak karena tak enak hati sama bapak. Tapi aku galau juga. Jangan-jangan yang mau sate sama durian tu bapak. Mungkin bapak lapar. Tapi kalau kami banyak-banyak singgah itu artinya akan lama pula kami sampai ke kota. Bapak baru saja akan menghentikan motornya, namun aku langsung minta bapak jalan saja. Ah, aku ini bagaiman sih. Bapak kan sudah berniat baik tapi malah aku tolak. Tapi tawaran terakhir bapak untyuk singgah di rumah makan padang tak bisa aku tolak. Hari sudah menunjukkan pukul delapan malam. Jam-jam makan malam. Ku rasa bapak lapar. Aku iyakan saja ajakannnya.
                Bapak memesan makanan, lalu mengajakku duduk di kursi yang telah disediakan. Kami duduk berhadapan. Ini kali pertama aku makan berhadapan dengan bapak, di rumah makan pula. Kami jarang makan bersama seperti ini. Di rumah pun aku biasa makan di depan televisi sementara bapak makan di meja makan. Bapak makan lahap sekali. Akhirnya bapak bisa makan lahap lagi setelah beberapa bulan terakhir cara makan seperti itu tidak kulihat lagi sejak ibu “pergi”.
                Bapak, jasamu tak terbalas. Tangan-tangan yang dulu kokoh berotot itu semakin kurus saja. Hitam terbakar matahari. Berkarung-karung biji kopi bapak angkat sendiri dari tengah kebun yang jaraknya berkilo-kilo sampai ke halaman dangau. Kerjamu belum selesai, biji-biji kopi itu masih harus dijemur lagi kira-kira dua minggu. Pekerjaan berat.  Caramu mencari nafkah, membuat hatiku bergidik kadang perih hati ku rasa.

                Bapak, aku ingin menabung supaya kita bisa tawaf sama-sama di ka’bah, sujud sama-sama di masjidil haram. Aku ingat bapak membeli lukisan Ka’bah yang sedang dikelilingi jutaan orang, terpajang di ruang nonton. Bapak, do’akan agar kita bisa ke sana sama-sama, ya.. aamiin.
                Tiga puluh menit kemudian makanan kami pun habis. Kami pun melanjitkan perjalanan kembali. Hujan sudah lama berhenti. Bapak melepas jas hujannya. Aku pun melepas jaket bapak yang kupakai dan menyerahkannya ke bapak. Walau bapak sempat menolak tapi aku tetap memaksa. Akhirnya bapak mau juga memakai jaketnya kembali. Senyumnya tegas.
                Itulah kisah perjalanan panjangku bersama bapak. Dari Padang guci ke Bengkulu jam 15.30-22.00 WIB. Di bawah guyuran hujan dan malam yang dingin.
                Bapak, we LOVE you forever...
Tetap semangat meski Ibu telah tiada.. setiap butir biji kopi di kumpulkan dijemur, dan diolah hingga akhirnya bisa di jual... SEMANGATTT... Bapak!!!  (Okta dan Bapak)

Aktivitas yang sangaat melelahkan, tapi Bapak senantiasa tersenyum kepada anak-anaknya. Bapak ingin semua anaknya jadi sarjana dan hidup sukses.. aamiin... (Yunus dan Bapak)
               








Duka mendalam saat melepas kepergian isterinya tercinta.. "Aku rela.." katamu pelan.. (Bapak-Ayunda De-Ayunda Pebi)












Teruntuk my single parents...

Senin, 20 Februari 2012

Perjalanan Ba'da Maghrib

Hujan derass di luar sana saat adzan Maghrib menggema dari speaker Mesjid Nurul Ilmi.. Beberapa akhwat dari UNRI yang berkunjung ke UNAND sebagian besar sudah siap dengan mukena mereka, duduk rapi di atas sajadah menyimak dan menjawab adzan dengan khusyuk.. cepat aku menghabiskan makanan berbuka-ku...
Ba'da sholat Maghrib aku pun pamit pada mereka dan panitia, minta maaf karena nggak bisa nemenin mereka hingga akhir acara, takut kemalaman. Hujan pun sudah nggak deras lagi, tinggal rintik-rintik saja.

Ku kembangkan payungku, melewati halaman Mesjid terus ke jalan ke arah PKM.. Berjalan sendiri, malam kian larut. Dingin, sepiii...Baru sampai bundaran rektorat, tiba-tiba ada truk berhenti di sebelahku. tanpa membuka kaca truk, aku bisa melihat samar-samar kalau supir truk itu mengajakku naik, supir yang "baik" memberi tumpanan pada orang yang tak dikenalnya. Sedikit curiga, aku terus menolak, beberapa kali hingga akhirnya si supir pun pergi dengan truk kuning itu... Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku naik tadi. Aku tahu hari sudah malam, tapi tk sudilah aku naik truk denga pengemudi tak dikenal begitu. Lagipul aku yakn masih ada angt.

Pelan aku menelusiri jalan itu, jalan yang sama yang aku lewati tiap kali berangkat sholat subuh sewaktu masi tinggal di Asrama. Dulu aku serig melewati jalan ini, sendirian.. sekitar pukul 4.30 WIB, dingin, sepi, gelap.. Persis seperti malam ini...

Tak lama ada angkot, aku pun naik. Di dalamnya sudah ada penumpang tiga orang, semuanya laki-laki. Dari seragam yang mereka kenakan aku tahu kalau mereka masih duduk di bangku SMP. Tapi...apa itu ditangan mereka..benda tabung panjang yang mengeluarkan asap, dan dengan santai adik-adik itu menghisapnya.. Uhuuukkk... Wah, ak tak tahan...Salah satu dari mereka menurunkan rokoknya, dan yang lain bertanya...

"Eh, kok diturunin??"
Setengah berbisik si adik menjawab setengah berbisik sambil melihat ke arahku,"Ini namanya menghargai orang lain yang nggak merokok...."

APA???? Ada ya cara menghargai yang seperti itu??? Ehm, oklah aku terima, tapi jik rokok itu dimatikan aku akan lebih senang lagi...

Angkot hijau ini belum jalan-jalan juga, menunggu penumpang. dan tak lama angkot pun penuh..Seorang mahasiswi yang duduk di sebelah adik-adik SMP yang merokok itu bertanya..
"Kok, mau sih merokok? Kan rokok banyak racunnya...?"

salah satu dari mereka menjawab,"merokok tu bisa ngilangin streess, Kak!" ujarnya membela diri..

Si mahasiswi tak mau menyerah,"ngilangin stress??? ngilangin nyawa, IYA.." senyumnya tajam...

Aku yang tepat berad di belakang supir hanya terdiam mendengarkanobrolan mereka..

Si adik tak mau kalah, "Ah, kakak! Masa sih?"
"Ih, iya lagi.. u rokok ya tiap bagiannya mengandung racun...bla...blaa....blaa..." Si mahasiswi menjelaskan panjang lebar...
Tapi si adik tetap saja "menikmati" rokoknya...

Beberapa menit kemudian terdengar lagi suara lembut tapi tegas dari masiswi tadi.."Ehmm, Dek! Kak boleh mnta tolong nggak???"
"Ehm, apa tu Kak" adik itu sedikit curiga..
"Bisa, nggak rokokna dimatiin dulu?"
Setelah berpikir cukup lama si adik pun membuang rokonya yang memang sudah hampir habis itu...

Alhamdulillah, akhirnya kami si perokok pasif ini bisa sedikit lega..(Dalam hati aku kagum pada si mahasiswi ini, syukron Ukhti...)... Aku pun bisa menghiru udara segar malam di bukit UNAND ini.. Udara seepas hujan memang menyegarkan..

Angkot pun akhirnya jalan juga...Sampai di gerbang UNAND, ada penumpang naik. seorang bapak-bapak.. Dan,,,gawat dia merokok..Oh, sesakkk lagiiii..... Mana supirnya ikiut-ikutan merokok juagaaa.....

Ah, mereka inilah rupanya yangmengajarkan para pemuda tanggung itu...MEROKOK.....

Setengah jam bersama asap rokok... Pak, kalau kami para perokok pasif meninggal gara-gara asap-asap beracun yang Bapak-bapak produksi itu...Apa Bapak-bapak mau bertanggung jawab????????

Aku tak suka orang-orang yang suka merokok.....ROKOK....jauhhh....jaaauuuuhhh dari ku...

Ah, saudara-saudaraku bagaimana menghenikan "hobi"mu itu????

HARAU...!!!


Assalamu'alaikum. wr. wb...2x

Baru saja aku menyelasaikan solat Asharku, ketika Widi minta izin mengantarkan abangnya ke loket Ayah. Sekitar tiga jam yang lalu kami baru saja menempuh perjalanan panjang dari Muara Paiti, desa Widi. Tapi kami nggak langsung pulang, rencananya nginap dulu semalam di rumah kakak pertama Widi di Payakumbuh ini. Cuma abang ketiganya itu mau berangkat ke padang hari ini juga karena besok katanya ada agenda. Jadilah Widi mengantarkan abangnya itu ke loket.

Aku menatap keluar. Hujan masih deras seperti ketika kami sampai tadi. Agak sedih juga karena rencana kami jalan-jalan ke Harau batal. Ku bereskan barang-barangku. Supaya besok tinggal di bawa saja.

Sekitar pukul lima Widi pulang. Setelah memarkirkan Beat merah itu, Widi langsung menghampiriku. Masuk kekamar. Duduk sejenak.

"Sep, masih hujan nih. Yah, nggak jadi jalan-jalan kita. Nggak apa-apa kan?" tanyanya penuh penyesalan. Aku hanya tersenyum lalu mengangguk pelan. tapi kecewa juga karena aku ingin sekali main ke Harau.

Sepertinya Widi bisa menangkap kekecewaanku. tapi dia pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku sibuk dengan Al-Qur'an-ku sementara Widi sibuk dengan laptopnya, mengerjakan sesuatu. tak lama aku pun tertidur.

Sekitar 15 menit kemudian hujan pun sedikit mereda. Widi memandang keluar. Lalu membangunkanku.

" Masih mau jalan-jalan nggak?" tanyanya mengejutkanku.

"Ehm, mau siihh... tapi" ucapku ragu

Mendengar jawabanku, Widi langsung menyambar kunci motor, "Yuk!" ajaknya kemudian. Honda pun sudah menari riang di jalanan di bawah rintik-rintik hujan. Suasana paska hujan sengguh dingin. Berrr....

"Kita kemana?"
"Kemana bagusnya?" tanyaku tak tahu..
"Kemana ya?? Septri maunya kemana?"
Karena Widi pun tak tahu mau ke mana, akhirnya aku beranikan diri mengungkapkan keinginan terpedamku.

"Ukh, sebenarnya aku hanya ingin mengunjungi satu tempat. satuuu saja.. Harau..!"

Widi terkejut, "Harau?" Wah, jam berapa sekarang? Bisa-bisa maghrib baru nyampe ke sana.." Widi diam sejenak.. Seperti memahami keinginanku yang begitu besar, akhirnya Widi pun berkata,"Bener ni, mau ke Harau???"

"Iya..!" ucapku mantap..

Akhirnya kami berbelok arah.. menuju Harau.. Tapi cuaca tak mendukung, rintik-rintik hujan itu lama-lama menjadi hujan yang deras. Widi yang awalnya memacu motor kencang terpaksa harus mengurangi kecepatan.

Jalanan pedesaan begitu asri, udaranya yang segar, benar-benar membuat hati tenang. Di pinggir jalan lurus ini ada beberapa pohon rindang. dan setelah itu terhampar sawah nan luas. Di ujung sana tampak gunung-gunung tinggi. Tapi setelah berjalan lebih dalam, gunung-gunung itu tak tampak lagi berganti dengan dinding-dinding batu yang sangaat tinggiii.. Ngeri aku memandangnya. tak terbayang jika batu-batu itu ambruk menimpa rumah-rumah penduduk yang ada di bawahnya. aku seperti memasuki desa terisolir. karena dinding-dinding batu itu melingkari desa ini. Gua yang besar.


Mata kami pun akhirnya disejukkan oleh pemandangan indah dari air-air yang berlomba-lomba menuruni tebing ini. Masyaallah, indahnya...
Ada banyak air terjun di sela-sela dinding batu ini. satu. dua. tiga. empat. lima.

Pengalaman seru. Rasa capek dan kondisi pakaian yang basah tak mengirangi semangat kami karena akhirnya semua itu  mampu terobati oleh pemandangan luar biasa itu... Pesona jutaan air yang jatuh menghujam bumi... Syukron Ukhti Widi, karena sudah memenuhi keinginan ku untuk mengunjungi harau... walau aku sedikit memaksa..;)


Minggu, 19 Februari 2012

Padang-Jakarta-Bogor episode 2


Puskomdays hari pertama di IPB, Ifa dan teman-teman hanya bisa mengikuti acara terakhir. Gedung Andi Hakim Nasoetion ramai dengan mahasiswa dari berbagai propinsi di indonesia. Yang membuat Ifa terkagum-kagum ya semangat saudara-saudaranya dari Indonesia bagian Timur. Sekitar pukul 17.30 WIb acara pun berakhir, semua peserta di pandu panitia pulang ke penginapan. Ifa terpiah dengan Kak Lastri dan kak Retno. IPB sudah mulai gelap padahal baru jam setengah enam sore, kalau di Padang jam segini mah masih terang benderang ujar hati Ifa. Dengan bus kampus Ifa dan peserta lainnya menuju Mesjid Al-Huriyyah sekalian mengambil barang-barang mereka.

Sony lipat Ifa bergetar, ada pesan masuk
"Wa'alaikumussalam, jadi Ukhti
 di Bogor sekarang? di IPB?"

Ifa sempat bingung di layar hp-nya tertulis pesan itu dari Tari, setelah berpikir panjang kenapa Tari bisa tahu  dan akhirnya dia ingat tadi sebelum acara dia sms teman SMA-nya itu.
"Iya, ukhti. ana sedang ada
 acara di IPB. Anti main
kesini lah, ana nggak tahu
daerah IPB. Anti tinggal
dimana? jauh nggak dari sini?"

"Wah, Ukh. Kebetulan ana
sedang jalan-jalan dekat IPB,
ana ke tempat Anti sekarang ya."

Setelah mengiyakan permintaan teman SMA nya itu, Ifa sedikit ragu dan merasa bersalah. Bukankah hari sudah terlalu larut untuk seorang akhwat berjalan sendirian di tengah kota seperti ini pikirnya dalam hati. Tapi temannya itu tetep bersikeras akan menemuinya malam itu juga.

Ifa menunggu di depan Mesji Al-Huriyyah. Kabarnya teman SMA nya itu sudah bercadar. Cadar, ah kain penutup sebagian wajah yang hanya menampakkan kedua mata itu sudah lama ingin di pakai sahabat baiknya itu. Ifa jadi ingat kelakuan mereka di sebuah tko Islami di Bengkulu waktu mereka masih pakai seragam abu-abu putih, dia dan sahabatnya itu mencoba-coaba jilbab lebaaarr lengkap dengn cadarnya.. Masa-masa itu, sangat indah.

Tak lama kemudian, seorang wanita bergamis biru kotak-kotak dipadu jilbab hitam selutut dan...cadar? ya benda hitam yang menutupi sebagian wajah wanita di hadapan Ifa memang cadar. benar ternyata sahabatnya itu sudah pakai cadar sekarang. Ifa sempat terpaku, hingga akhirnya si wanita bercadar memeluk tubuhnya erat. Dan tak butuh waktu yang lama keduanya saling melepas rindu. hampir dua tahun ya dua tahun mereka tidak bertemu.. mahasisiwi Tadzkia itu benar-benar berubah.

"Ana nggak berubah Ukh, Ana masih Tari yang dulu. Hanya pakaian Ana saja yang berubah. Bertahap Ukh."ujarnya membuka pembicaraan. Keduanya duduk di teras Mesjid sambil menikmati pisang coklat yang sempat Tari beli dalam perjalanan kesana tadi.

Ifa hanya terdiam, masih kaku melihat penampilan sahabat baiknya.

"Ukhti gimana?"
"apanya?" tanya Ifa bingung.
"Dakwah disana?"
"Ya, begitulah Ukh. semangat..."jawab Ifa pendek

Hening...

"Ukh, tahu tidak kenapa ana memutuskan untuk bercadar?" suara Tari parau. Ifa menoleh tapi tak menjawab

Tari pun melanjutkan ceritanya," Ukhti haruslah senang karena berada di Zona aman, Padang.Pusatnya dakwah. Ukhti tahu, disini pergaulannya bebas banget Ukh. Yang sudah paham pun sama saja. Ikhwan akhwat bicara berhadap-hadapan itu biasa. tak ada Hijab. kata menreka Hijab itu hanya ada di hati saja. Ana tak tahan Ukh!" air mata tari pun menetes. Ifa menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu.

Tak lama Tari pun tersenyum, "Tapi ana juga sudah memutuskan untuk menjaga rapat Hijab Ana Ukh. Ana akan menikah..."

Ifa tak terkejut mendengar berita itu, sebelumnya Tari juga sudah mengabarinya tepat satu hari sebelum dia ta'aruf. calon suaminya satu Universitas dengannya angkatan 2008.

Keputusan sahabatnya untuk menjaga izzah, menjauhkan diri dari zina membuat Ifa kagum. waktu SMA pun sudah ada yang melamar akhwat manis itu, tapi ditolaknya karena orangtua belum setuju. dan sekarang dengan kondisi seperti itu orangtuanya hanya bisa bilang iya. ukhti beruntung ujar Ifa dalam hati.

Pertemuan singkat itu banyak yang mereka bahas terutama tentang hijab. ifa banyak belajar dan banyak bersyukur. Tepat pukul 19.30 WIB mereka pun berpisah karena Ifa dan rombongan harus segera menuju penginapan.

Bus kampus merayap pelan di kegelapan malam kota Bogor. Ifa mengeluarkan HP lipatnya, membuka situs jejaring sosial, ada pesan untuknya... Ifa sedikit berkerut tak percaya karena seseorang yang tak terpikirkan akan mengiriminya pesan. cepat Ifa membuka inboks dan membaca pesan-pesan itu cepat..

"
Allah k telah memuliakan pemilik ilmu syar’i ini dan membesarkan keberadaan mereka. Dia Yang Maha Suci berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali hanya Dia, bersaksi pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dalam keadaan Allah menegakkan keadilan. Tidak ada sesembahan yang patut diibadahi melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Memiliki hikmah.” (Ali ‘Imran: 18)

Allah k mengambil persaksian orang-orang yang berilmu syar’i beserta para malaikat-Nya tentang keesaan-Nya. Mereka mempersaksikan bahwa Dia adalah Rabb semesta alam. Dialah sesembahan yang haq, sementara peribadatan kepada selain-Nya adalah batil. Cukuplah ketetapan yang seperti ini sebagai pemuliaan terhadap orang-orang yang berilmu.

Orang-orang yang berilmu dibedakan dari selain mereka sebagaimana dinyatakan Allah k:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19)

Jelas, tidaklah sama antara yang satu dengan yang lain. Orang yang mengetahui bahwa petunjuk yang Allah l turunkan itu benar adanya sebagai suatu jalan keselamatan, tidaklah sama dengan orang-orang yang buta dari jalan tersebut dan buta tentang ilmu syar’i .
Allah k juga menerangkan bahwa Dia mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Hal itu tidaklah mereka capai melainkan karena besarnya kebaikan dan kemanfaatan yang mereka berikan kepada manusia. Oleh karena itulah, ada seorang alim yang berkata, “Alangkah bagusnya apa yang mereka berikan kepada manusia, namun sebaliknya alangkah jeleknya perbuatan manusia kepada mereka.”

Mereka memberikan bimbingan kepada manusia menuju kebaikan, menunjukkan mereka kepada kebenaran dan menyampaikan mereka kepada petunjuk. Tokoh pemilik ilmu (ahlul ilmi) yang terdepan adalah para rasul. Mereka adalah pemberi petunjuk dan penyampai dakwah. Mereka merupakan orang yang paling tahu tentang Allah l dan syariat-Nya.

Kemudian, orang yang paling utama setelah para rasul adalah yang paling mengikuti jejak rasul dan paling tahu apa yang mereka bawa, paling sempurna ajakannya kepada manusia untuk menuju agama Allah l, bersabar dalam berdakwah dan memberi bimbingan. Allah k berfirman:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang memiliki ilmu dengan beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)

Allah l menerangkan bahwa orang-orang berilmulah yang benar-benar takut/khasyah kepada-Nya dengan khasyah yang sempurna sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Hanyalah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir: 28)

Ulama adalah orang-orang yang kenal dengan Allah l, mengenal nama dan sifat-sifat-Nya serta mengetahui syariat-Nya yang disampaikan oleh para rasul-Nya. Karena itulah Nabi kita Muhammad n bersabda kepada beberapa orang yang menganggap kecil ilmu yang beliau bimbingkan dengan mengatakan, “Kami tidak sama sepertimu, wahai Rasulullah! Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang belakangan.” Beliau menjawab, “Ketahuilah, demi Allah! Sungguh aku lebih takut kepada Allah daripada kalian dan lebih bertakwa kepadanya.”

Banyak sekali hadits yang datang dari Rasulullah n yang memuat tentang keutamaan ilmu, di antaranya hadits:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya dengan ilmu tersebut jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa para penuntut ilmu agama berada di atas kebaikan yang besar. Mereka di atas jalan keberuntungan dan kebahagiaan, tentunya bila benar/lurus niatnya dalam menuntut ilmu, karena mengharapkan wajah Allah k dan ingin mengamalkannya, bukan karena riya` dan sum’ah atau tujuan-tujuan dunia lainnya.

Ia mempelajari ilmu hanya karena ingin mengetahui agamanya, mengetahui perkara yang Allah k wajibkan kepadanya. Dan bermaksud mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, hingga ia belajar dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya kepada orang lain.

Setiap jalan yang ia tempuh dalam menuntut ilmu adalah jalan menuju surga, baik jalan tersebut secara hakiki ataupun maknawi. Perjalanan jauh yang ditempuhnya dari satu negeri menuju ke negeri lain, berpindahnya dari satu halaqah ke halaqah yang lain, dari satu masjid ke masjid lain, dengan tujuan mencari ilmu, ini semua teranggap jalan yang ditempuh guna beroleh ilmu. Demikian pula diskusi tentang kitab-kitab ilmu, meneliti dan menulis, semuanya pun teranggap jalan guna beroleh ilmu.
Dengan demikian sepantasnya bagi penuntut ilmu untuk memerhatikan seluruh jalan yang bisa mengantarkannya kepada ilmu dan bersemangat menempuhnya karena mengharapkan wajah Allah k dan negeri akhirat. Ia sepantasnya berkeinginan mendalami (tafaqquh) agamanya, ingin tahu perkara yang diwajibkan padanya dan yang diharamkan, ingin mengenal Rabbnya di atas bashirah dan bayyinah, kemudian mengamalkannya. Ia pun ingin menyelamatkan manusia hingga ia berdiri sebagai orang yang mengajak kepada petunjuk dan menolong kebenaran, membimbing manusia kepada Allah k di atas ilmu dan petunjuk.

Orang yang seperti ini keadaannya maka tidurnya pun ternilai jalan menuju surga bila ia tidur dengan tujuan agar mendapat kekuatan dalam menuntut ilmu, agar dapat menunaikan pelajaran dengan baik atau agar mendapat kekuatan untuk menghafal kitab ilmu atau untuk safar dalam menuntut ilmu. Tidurnya orang yang seperti ini ternilai ibadah, demikian pula kegiatannya yang lain bila disertai niat yang benar. Beda halnya dengan orang yang jelek niatnya, ia berada dalam bahaya yang besar. Dalam sebuah hadits Rasulullah n bersabda:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ k، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya dipelajari dalam rangka mengharapkan wajah Allah, namun ternyata mempelajarinya karena ingin beroleh materi dari dunia ini, ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud1)

Ini merupakan ancaman yang besar bagi orang yang jelek niatannya dalam menuntut ilmu. Diriwayatkan dari Nabi n, beliau bersabda:

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ

“Siapa yang menuntut ilmu dengan tujuan untuk mendebat ulama, atau untuk debat kusir dengan orang-orang bodoh, atau untuk memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya (agar manusia memandang dirinya), maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka2.”

Telah datang pula dalam hadits yang shahih sabda Rasulullah n yang menyatakan bahwa ada tiga golongan manusia kelak pada hari kiamat api neraka untuk pertama kalinya dinyalakan guna membakar mereka. Di antara tiga golongan tersebut adalah orang yang mencari ilmu dan membaca Al-Qur`an karena niat selain Allah l, ia belajar ilmu agar dikatakan alim, dan membaca Al-Qur`an agar dikatakan qari`.3

Oleh karena itu, wahai hamba Allah l, wahai penuntut ilmu, hendaknya engkau ikhlas dalam beribadah dan meniatkannya hanya untuk Allah l. Hendaknya pula engkau bersungguh-sungguh dan penuh semangat dalam menempuh jalan-jalan ilmu dan bersabar di atasnya, kemudian mengamalkan apa yang terkandung dalam ilmu tersebut. Karena tujuan dari belajar ilmu adalah untuk diamalkan, bukan karena ingin dikatakan alim atau pun mendapatkan ijazah. Namun tujuannya adalah agar engkau dapat mengamalkan ilmumu dan membimbing manusia menuju kebaikan, dan agar engkau menjadi pengganti para rasul dalam dakwah kepada kebenaran.

Rasulullah n bersabda dalam hadits yang shahih:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan faqihkan (pahamkan) dia dalam agamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits di atas menunjukkan keutamaan ilmu. Bila Allah l menginginkan seorang hamba beroleh kebaikan, Allah l akan memahamkannya dalam agama-Nya hingga ia dapat mengetahui mana yang benar mana yang batil, mana petunjuk mana kesesatan. Dengannya pula ia dapat mengenal Rabbnya dengan nama dan sifat-sifat-Nya serta tahu akan keagungan hak-Nya. Ia pun tahu akhir yang akan diperoleh para wali Allah l dan para musuh Allah l.

Dari keterangan yang ada tahulah kita betapa besar dan mulianya ilmu.

Ilmu merupakan sesuatu yang paling afdhal dan paling mulia bagi orang yang Allah l perbaiki niatnya. Karena ilmu akan mengantarkan seseorang untuk mengetahui kewajiban yang paling utama dan paling besar, yaitu mentauhidkan Allah l dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Ilmu juga menyampaikan seseorang untuk mengetahui hukum-hukum Allah l dan apa yang diwajibkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian, ilmu adalah kewajiban besar yang akan menyampaikan kepada penunaian kewajiban-kewajiban yang besar. Tidak ada kebahagiaan yang diperoleh para hamba dan tidak ada keselamatan bagi mereka kecuali dengan pertolongan Allah l kemudian dengan ilmu agama, berpegang dengan ilmu dan istiqamah di atasnya.

Ulama merupakan sebaik-baik manusia dan paling utama di muka bumi ini. Yang terdepan dari mereka tentunya para rasul dan para nabi r. Mereka adalah qudwah (teladan). Mereka merupakan asas/fondasi dalam dakwah, ilmu dan keutamaan. Setelah mereka, adalah ahlul ilmi sesuai dengan tingkatannya. Yang paling tahu tentang Allah l, nama dan sifat-sifat-Nya, yang paling sempurna dalam amal dan dakwah, maka dialah orang yang terdekat dengan para rasul, paling dekat derajat dan kedudukannya dengan para rasul di dalam surga kelak. Ahlul ilmi adalah pemimpin di bumi ini, cahaya dan pelita bagi bumi. Mereka membimbing manusia menuju jalan kebahagiaan, memberi petunjuk kepada manusia menuju sebab-sebab keselamatan dan menggiring mereka kepada perkara yang diridhai Allah k serta menjauhkan mereka dari sebab-sebab kemurkaan dan adzab-Nya. (bersambung, insya Allah)

(Dinukil Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Al-‘Ilmu wa Akhlaqu Ahlihi, Asy-Syaikh Ibnu Baz t)

1 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud -pent.

2 HR. At-Tirmidzi, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi -pent.

3 Seperti ditunjukkan dalam hadits yang panjang, diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi t berikut ini: Rasulullah n bersabda:



“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala pada hari kiamat nanti turun kepada hamba-hamba-Nya untuk memutuskan perkara di antara mereka. Maka yang pertama dipanggil adalah seseorang yang hafal Al-Qur`an, orang yang terbunuh di jalan Allah dan orang yang banyak hartanya. Allah berfirman kepada si pembaca Al-Qur`an, “Bukankah telah Aku ajarkan kepadamu apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku?” “Ya, wahai Rabbku,” jawab si qari. “Lalu apa yang engkau amalkan dari ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” tanya Allah. Ia menjawab, “Aku menegakkannya (mengamalkannya) malam dan siang.” Allah bersabda kepada si qari, “Engkau dusta.” Para malaikat pun berkata yang sama, “Engkau dusta.” Allah berfirman, “Bahkan engkau ingin dikatakan, ‘Fulan seorang ahli membaca Al-Qur`an’ dan sungguh orang-orang telah mengatakan seperti itu….

Dan seterusnya dari hadits tersebut, sampai pada akhirnya Rasulullah n bersabda:

“Tiga golongan ini merupakan makhluk Allah pertama yang api neraka dinyalakan untuk membakar mereka pada hari kiamat.” (Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi) –pent


semoga bermanfaat untuk yang membaca,..
 
Ifa tertegun membaca pesan-pesan itu....
 
ternyata masih ada pesan selanjutnya..
 
"Assalamualaikum wr wb
terkait note IBU yang ukhti buat, syukron atas nasehatnya, Semoga Allah SWT menerima amal Ibadah almarhumah dan semoga kesabaran dan ketabahan menyertai ahli waris(keluarga) yang ditinggalkan,,..kembali ana mau berbagi bacaan yang menurut ana bermanfaat untuk pengetahuan ilmu kita tentang agama,...ana kutip dari artikel yang tercantum..semoga bermanfaat untuk ukhti.

Amalan yang Bermanfaat Bagi Mayit


Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

(QS. An Najm: 39).

Dari ayat ini, sebagian ulama mengatakan bahwa usaha orang lain tidak akan bermanfaat bagi si mayit. Namun pendapat ini adalah pendapat yang kurang tepat. Syaikh As Sa’di mengatakan bahwa ayat ini hanya menunjukkan bahwa manusia tidaklah mendapatkan manfaat kecuali apa yang telah ia usahakan untuk dirinya sendiri. Ini benar dan tidak ada perselisihan di dalamnya. Namun ayat ini tidak menunjukkan bahwa amalan orang lain tidak bermanfaat untuk dirinya yaitu ketika orang melakukan amalan untuknya. Sebagaimana pula seseorang memiliki harta yang ia kuasai saat ini. Hal ini tidak melazimkan bahwa dia tidak bisa mendapatkan harta dari orang lain melalui hadiah yang nanti akan jadi miliknya.[1]

Jadi sebenarnya, amalan orang lain tetap bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana ditunjukkan pada dalil-dalil yang akan kami bawakan, seperti amalan puasa dan pelunasan utang.

Namun perlu diperhatikan di sini, amalan yang bisa bermanfaat bagi si mayit itu juga harus ditunjukkan dengan dalil dan tidak bisa dikarang-karang sendiri. Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa amalan A atau amalan B bisa bermanfaat bagi si mayit, kecuali jika jelas ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan hal tersebut.

Amalan-amalan yang bisa bermanfaat bagi si mayit adalah sebagai berikut.

Pertama: Do’a kaum muslimin bagi si mayit

Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfaat bagi si mayit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“.” (QS. Al Hasyr: 10) Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Do’a dalam ayat ini mencakup semua kaum mukminin, baik para sahabat yang terdahulu dan orang-orang sesudah mereka. Inilah yang menunjukkan keutamaan iman, yaitu setiap mukmin diharapkan dapat memberi manfaat satu dan lainnya dan dapat saling mendoakan.”[2]

Begitu pula sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”.”[3] Do’a kepada saudara kita yang sudah meninggal dunia adalah di antara do’a kepada orang yang di kala ia tidak mengetahuinya.

Kedua: Siapa saja yang melunasi utang si mayit

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seorang mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau bertanya, “Apakah orang ini memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa dia bisa melunasinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyolatkannya. Namun jika tidak, maka beliau pun memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang ini.”

Tatkala Allah memenangkan bagi beliau beberapa peperangan, beliau bersabda,

أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ

“Aku lebih pantas bagi orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya.”[4] Hadits ini menunjukkan bahwa pelunasan utang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.

Sedangkan apakah pelunasan utang si mayit di sini wajib ataukah tidak, di sini ada dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa wajib dilunasi dari baitul maal. Sebagian lagi mengatakan tidak wajib.[5]
Ketiga: Menunaikan qodho’ puasa si mayit

Pembahasan ini telah kami jelaskan pada tulisan kami yang berjudul “Permasalahan Qodho’ Ramadhan”. Pendapat yang mengatakan bahwa qodho’ puasa bermanfaat bagi si mayit dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat pakar hadits dan pendapat Ibnu Hazm.

Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ”[6] Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris[7].

Keempat: Menunaikan qodho’ nadzar baik berupa puasa atau amalan lainnya

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,

إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ

“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,

اقْضِهِ عَنْهَا

“Tunaikanlah nadzar ibumu.”[8]

Kelima: Segala amalan sholih yang dilakukan oleh anak yang sholih akan bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39). Di antara yang diusahakan oleh manusia adalah anak yang sholih.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.”[9] Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.

Namun sayang, orang tua saat ini melupakan modal yang satu ini. Mereka lebih ingin anaknya menjadi seorang penyanyi atau musisi –sehingga dari kecil sudah dididik les macam-macam-, dibanding anaknya menjadi seorang da’i atau orang yang dapat memberikan manfaat pada umat dalam masalah agama. Sehingga orang tua pun lupa dan lalai mendidik anaknya untuk mempelajari Iqro’ dan Al Qur’an. Sungguh amat merugi jika orang tua menyia-nyiakan anaknya padahal anak sholih adalah modal utama untuk mendapatkan aliran pahala walaupun sudah di liang lahat.

Keenam: Bekas-bekas amalan sholih (seperti ilmu yang bermanfaat) dan sedekah jariyah yang ditinggalkan oleh si mayit

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia itu mati, maka akan putus amalannya kecuali dari tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang diambil manfaatnya, [3] anak sholih yang mendo’akan orang tuanya.”[10]

Ketujuh: Sedekah atas nama si mayit

Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin.[11] Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.”[12]
Hukum Menghadiahkan Pahala Bacaan Al Qur’an untuk Si Mayit

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanyakan, “Bagaimana dengan orang yang membaca Al Qur’an Al ‘Azhim atau sebagian Al Qur’an, apakah lebih utama dia menghadiahkan pahala bacaan kepada kedua orang tuanya dan kaum muslimin yang sudah mati, ataukah lebih baik pahala tersebut untuk dirinya sendiri?”

Beliau rahimahullah menjawab:

Sebaik-baik ibadah adalah ibadah yang mencocoki petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan dalam khutbahnya,

خَيْرُ الْكَلَامِ كَلَامُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

”Sebaik-baik perkataan adalah kalamullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap bid’ah adalah sesat.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

خَيْرُ الْقُرُونِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka.”

Ibnu Mas’ud mengatakan,

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ ؛ فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ

“Siapa saja di antara kalian yang ingin mengikuti petunjuk, maka ambillah petunjuk dari orang-orang yang sudah mati. Karena orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah. Mereka yang harus diikuti adalah para sahabat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”

Jika kita sudah mengenal beberapa landasan di atas, maka perkara yang telah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin generasi utama umat ini (yaitu di masa para sahabat dan tabi’in, pen) bahwasanya mereka beribadah kepada Allah hanya dengan ibadah yang disyari’atkan, baik dalam ibadah yang wajib maupun sunnah; baik amalan shalat, puasa, atau membaca Al Qur’an, berdzikir dan amalan lainnya. Mereka pun selalu mendoakan mukminin dan mukminat yang masih hidup atau yang telah mati dalam shalat jenazah, ziarah kubur dan yang lainnya sebagaimana hal ini diperintahkan oleh Allah. Telah diriwayatkan pula dari sekelompok ulama salaf mengenai setiap penutup sesuatu ada do’a yang mustajab. Apabila seseorang di setiap ujung penutup mendoakan dirinya, kedua orang tuanya, guru-gurunya, dan kaum mukminin-mukminat yang lainnya, ini adalah ajaran yang disyari’atkan. Begitu pula doa mereka ketika shalat malam dan tempat-tempat mustajab lainnya.

Terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sedekah pada mayit dan memerintahkan pula untuk menunaikan utang puasa si mayit. Jadi, sedekah untuk mayit merupakan amal sholeh. Begitu pula terdapat ajaran dalam agama ini untuk menunaikan utang puasa si mayit.

Oleh karena itu, sebagian ulama membolehkan mengirimkan pahala ibadah maliyah (yang terdapat pengorbanan harta, semacam sedekah) dan ibadah badaniyah kepada kaum muslimin yang sudah mati. Sebagaimana hal ini adalah pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah. Jika mereka menghadiahkan pahala puasa, shalat atau pahala bacaan Qur’an maka ini diperbolehkan menurut mereka. Namun, mayoritas ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mengatakan bahwa yang disyari’atkan dalam masalah ini hanyalah untuk ibadah maliyah saja.

Oleh karena itu, tidak kita temui pada kebiasaan para ulama salaf, jika mereka melakukan shalat, puasa, haji, atau membaca Al Qur’an; mereka menghadiahkan pahala amalan mereka kepada kaum muslimin yang sudah mati atau kepada orang-orang yang istimewa dari kaum muslimin. Bahkan kebiasaan dari salaf adalah melakukan amalan yang disyari’atkan yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, setiap orang tidak boleh melampaui jalan hidup para salaf karena mereka tentu lebih utama dan lebih sempurna dalam beramal. Wallahu a’lam.” –Demikian penjelasan Syaikhull Islam Ibnu Taimiyah-[13]

Catatan: Yang dimaksudkan kirim pahala dari amalan badaniyah ataupun maliyah sebagaimana yang dibolehkan oleh sebagian ulama bukanlah dengan mengumpulkan orang-orang lalu membacakan surat tertentu secara berjama’ah dan ditentukan pula pada hari tertentu (semisal hari ke-7, 40, 100, dst). Jadi tidaklah demikian yang dimaksudkan oleh para ulama tersebut. Apalagi kalau acara tersebut diadakan di kediaman si mayit, ini jelas suatu yang terlarang karena ini termasuk acara ma’tam (kumpul-kumpul) yang dilarang. Seharusnya keluarga mayit dihibur dengan diberi makan dan segala keperluan karena mereka saat itu dalam keadaan susah, bukan malah keluarga mayit yang repot-repot menyediakan makanan untuk acara semacam ini. Lihat penjelasan selanjutnya.

Apakah Mayit Mendengarkan Bacaan Al Qur’an?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Jika ada yang mengatakan bahwa bermanfaat bagi si mayit ketika dia diperdengarkan Al Qur’an dan dia akan mendapatkan pahala jika mendengarnya, maka pemahaman seperti ini sungguh keliru. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda,

إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia itu mati, amalannya akan terputus kecuali melalui tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang dimanfaatkan, atau [3] anak sholeh yang mendo’akan dirinya. ”

Oleh karena itu, setelah kematian si mayit tidak akan mendapatkan pahala melalui bacaan Al Qur’an yang dia dengar dan amalan lainnya. Walaupun memang si mayit mendengar suara sandal orang lain dan juga mendengar salam orang yang mengucapkan salam padanya dan mendengar suara selainnya. Namun ingat, amalan orang lain (seperti amalan membaca Al Qur’an, pen) tidak akan berpengaruh padanya.”[14]

Seharusnya Keluarga Si Mayit yang Diberi Makan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Apabila keluarga mayit membuatkan makanan lalu mengundang orang-orang, maka ini bukanlah sesuatu yang disyari’atkan. Semacam ini termasuk ajaran yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah). Bahkan Jarir bin ‘Abdillah mengatakan,

كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ

“Kami menganggap bahwa berkumpul-kumpul di kediaman si mayit, lalu keluarga si mayit membuatkan makanan, ini termasuk niyahah (meratapi mayit yang jelas terlarang).”

Bahkan yang dianjurkan ketika si mayit meninggal dunia adalah orang lain yang memberikan makanan pada keluarga si mayit (bukan sebaliknya). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar berita kematian Ja’far bin Abi Thalib, beliau mengatakan,

اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ

“Berilah makan untuk keluarga Ja’far karena mereka saat ini begitu tersibukkan dengan kematian Ja’far.”[15]

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz –pernah menjawab sebagai ketua Al Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia- mengatakan, “Seharusnya yang dilakukan adalah melakukan ta’ziyah di rumah si mayit dan mendoakan mereka serta memberikan kasih sayang kepada mereka yang ditinggalkan si mayit. [Ta’ziyah memberi nasehat kepada keluarga si mayit untuk bersabar dalam musibah ini dan berusaha menghibur mereka, pen]

Adapun berkumpul-kumpul untuk menambah kesedihan (dikenal dengan istilah ma’tam) dengan membaca bacaan-bacaan tertentu (seperti membaca surat yasin ataupun bacaan tahlil), atau membaca do’a-do’a tertentu atau selainnya, ini termasuk bid’ah. Seandainya perkara ini termasuk kebaikan, tentu para sahabat (salafush sholeh) akan mendahului kita untuk melakukan hal semacam ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan hal ini. Dulu di antara salaf yaitu Ja’far bin Abi Tholib, Abdullah bin Rowahah, Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum, mereka semua terbunuh di medan perang. Kemudian berita mengenai kematian mereka sampai ke telinga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari wahyu. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan kematian mereka pada para sahabat, para sahabat pun mendoakan mereka, namun mereka sama sekali tidak melakukan ma’tam (berkumpul-kumpul dalam rangka kesedihan dengan membaca Al Qur’an atau wirid tertentu).

Begitu pula para sahabat dahulu tidak pernah melakukan hal semacam ini. Ketika Abu Bakr meninggal dunia, para sahabat sama sekali tidak melakukan ma’tam.”[16]

Demikian pembahasan kami mengenai berbagai amalan yang dapat bermanfaat bagi si mayit. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman."

Pesan yang sangaat panjang. Ifa tak sempat mebaca semuanya dengan teliti, membaca cepat.. karena membaca pesan-pesan itu lewat HP cukup sulit....

to be continue...

Senin, 06 Februari 2012

Padang-Jakarta-Bogor


Di Perjalanan Pasar Baru-Bandara...
Sedan merah hati itu terus melaju kencang. Bandara Minang Kabau, tinggal beberapa menit lagi sedan merah itu sampai disana. Sementara itu gadis berjilbab merah yang duduk dikursi belakang sibuk memainkan sony lipatnya. Tut..tut...tut terdengar kipet HP hitam itu berbunyi ketika jari-jari lentik itu menekannya. Huruf demi huruf hingga terbentuk untaian kalimat di layar HP mini itu, menjawab sms yang terus berdatangan dari orang-orang yang berbeda.
                “Lumayan juga kak, sopirnya lihai. Semoga sampai tepat waktu di Bandara”
                Sony lipat itu berdering untuk yang kesekian kalinya,” Yok lah. Hati-hati ya dek. Semoga selamat sampai Bogor. Oleh-olehnya jangan lupa yah, hehehe....” balasan dari kak Via.
                “Fa, sibuk amat. Siapa sih yang dari tadi sms?” gadis berjilbab coklat muda yang duduk di sebelah kanan gadis berjilbab merah berkomentar. Gadis berjilbab hitam yang duduk di sebelah kiri hanya diam menatap keluar jendela, tak peduli.
                “Iya, ni kak Lastri. Kakak satu wisma sms. Baru ditinggal bentar udah pada kangen sms terus,hehehe.” Sahut gadis berjilbab merah yang tak lain adalah Nur Lathifa.
***
                Di Bandara...
Sedan merah itu telah memasuki kawasan Bandara Minang Kabau. Dua orang ikhwan telah menunggu disana untuk membawa kembali sedan itu. Ifa tak terlalu kenal dengan dua orang yang baru ditemuinya itu. Tapi sang supir yang tak lain adalah ketua FKI Rabbani sepertinya kenal baik dengan mereka.
                “itu yang bawa koper siapa ya?” seloroh ketua FKI saat baru tiba di Bandara. Dengan sedikit tersipu malu Ifa menjawab,”ehmm...saya.” Bagaimana tidak dari keenam orang yang pergi hanya dia yang membawa koper. Yang lain hanya membawa ransel dan tas kecil saja. Wah, rasanya Ifa malu sekaligus kesal. Kak lastri bilang pulangnya senin pagi, itu artinya mereka di Bogor empat hari tiga malam makanya Ifa bawa baju banyak, ternyata pulangnya minggu pagi, jadi cuma tiga hari dua malam.
                Tahu gitu tadi bawa ransel aja. Ujar Ifa dalam hati. Teman-teman sudah mengambil tas mereka ketika Ifa mengambil kopernya. Koper dongker ukuran sedang itu dia keluarkan sendiri dari bagasi. Berat, tak ada ikhwan yang tergerak untuk membantunya. Hupf...harus mandiri nih, lagi-lagi Ifa berujar dalam hati.
“Wah, rupanya anti yang bawa koper ya?” dari belakang Zain menggoda Ifa. Ifa terkejut dan langsung berbalik mendapati ikhwan tinggi yang bicara padanya barusan. Zain sudah menundukkan pandangannya tepat saat Ifa menatap ke arahnya. Ifa teringat dengan komennya di FB tadi malam. Disana dia menuliskan bahwa kak Lastri kecewa zain nggak ikut karena nggak ada yang bawain kopernya. Aduh-aduh Zain membuat Ifa salah tingkah. Setahunya Zain nggak ikut, ternyata ikhwan yang sering menggodanya tapi tetap dingin itu ikut juga. Ifa jadi malu, karena yang bawa koper bukan kak Lastri tapi dirinya. Zain tersenyum penuh kemenangan tapi sedikit ada tanda tanya, sebenarnya yang kecewa Kak Lastri atau gadis pemalu yang tengah berdiri tertunduk di hadapannya itu. Zain geleng-geleng kepala tak mengerti.
                Ikhwan dan akhwat itu pun menuju pintu masuk. Lagi-lagi Ifa harus mengangkat sendiri kopernyaa ke atas troler. Lima anggota tim lainnya sudah melewati pintu pemeriksaan. Wah, benar-benar tu ikhwan nggak pedulian banget deh, gerutu Ifa. Tergesa-gesa Ifa membawa kopernya mengejar yang lain. Tiba-tiba seseorang meminta kopernya untuk dikemas, Ifa ragu, rasanya satu minggu yang lalu saat ia naik pesawat di Bandara yang sama nggak ada ceritanya tas dikemas gitu. Tapi Ifa nurut aja, padahal kak retno sudah memperingatkannya untuk terus jalan saja.
                Ifa bingung, petugas itu menanyakan nomor tiketnya, sementara dia tidak tahu karena tiketnya dipegang Teuku, ketua FKI. Ifa benar-benar pusing dibuatnya, kelima rekannya tidak ada yang membantu. Akhirnya Ifa berinisiatif memanggil salah satu dari mereka dengan melambai-lambaikan tangan. Zain langsung mendatangi tempat Ifa berada. Koper itu sudah dikemas sedemikian rupa dan Ifa harus mengeluarkan uang delapan ribu rupiah untuk fasilitas itu. Sungguh diluar dugaan. Zain berjalan meninggalkan Ifa dengan koper beratnya. Ni orang nggak berperasaan banget, bantuin kek. Kesal Ifa dalam hati.
                Tiket sudah di tangan, barang-barang sudah masuk ke bagasi pesawat batavia yang akan membawa mereka ke ibu kota negara, Jakarta. Masih ada waktu 45 menit lagi untuk take off. Ifa, Lastri, Retno duduk dikursi tunggu yang berseberangan dengan Zain, Teuku dan Adil.
                “Fa, ke toilet yuk, kebelet ni.” ajak Lastri. “Yuk!” sahut Ifa yang sedari tadi memang mau ke toilet. Dua akhwat berjilbab lebar itu pergi ke toilet setelah menitipkan barang-barang mereka pada akhwat berjilbab hitam yang dipanggil kak Retno.
                Ketiga akhwat itu sibuk foto-foto sambil mengisi waktu. Namun tak lama ketiganya sudah sibuk dengan urusan masing-masing.
                “kak, ikhwan-ikhwan itu kejam. Masa tadi Ifa bawa koper sendiri, nggak ada yang bantuin” curhat Ifa lewat sms
                Tak lama handphonenya berdering, di layar tertulis 1 pesan diterima, dari kak Via,” wah, tega ya. Nggak papa dek, kita wanita harus mandiri. Sabar aja, mungkin mereka segan sama Ifa.”
                “segan si segan kak, tapi kan yang namanya Ifa juga wanita yang kekuatannya nggak sekuat mereka, masa iya mereka nggak punya hati gitu. Hmmm!”
                “hehehe, mungkin hatinya ketinggalan dimana gitu..” guyon kak Via, “ jam berapa berangkatnya?” Ifa mengetik sms terakhirnya sebelum naik pesawat,”ni dah mau berangkat kak, fa matiin hp dulu ya. Nti Fa kasih kabar kalau dah nyampe Jakarta. “OK, hati-hati yah!” balas kak Via tak lama sebelum Ifa menonaktifkan Hpnya.
***
                Di pesawat...
Bangku nomor 26 A,Ifa berjalan melewati kursi-kursi pesawat sambil mencocokkan nomor yang ada di tiketnya dengan nomor pada kursi batavia itu. Yak, ini dia. Lastri dan Retno yang duduk di kursi 26B dan 26C mengikutinya dari belakang. Sementara Teuku, Zain dan Adil duduk di kursi 26D 26E dan 26F.
Lastri mengeluarkan handphone,”foto yuk!” pesawat belum berangkat jadi ketiga akhwat itu foto-foto lagi, hitung-hitung kenangan-kenangan. Mereka hanya sempat mengambil beberapa gambar. Wah, akhwat narsis abis mungkin itu ungkapan ikhwan-ikhwan yang duduk berseberangan dengan mereka.
Ifa beruntung duduk dekat jendela, jadi bisa melihat pemandangan di bawahnya. Pramugari sibuk memberi pengarahan dan memperagakannya, Ifa sudah pernah melihat kejadian itu tepat satu minggu yang lalu., ketika dia pulang ke Bengkulu naik pesawat. Dia ingat saat itu dia naik Lion kursi 17F. Memori itu mengingatkannya pada ibunya. Satu minggu yang lalu naik pesawat karena ibu. Ifa buru-buru menghilangkan pikirannya tentang ibunya tercinta sebelum air mata mengalir dipipinya. Perjalan ini harus dimanfaatkannya untuk memperbarui semangatnya lagi.
***
Bandara internasional Soekarnao-Hatta...
Batavia telah mendarat di bandara internasional Soetta, beberapa penumpang sudah turun termasuk Ifa dan tim yang lain. Sedikit berlari Ifa mengejar anggota tim, ini kali kedua Ifa ke Bandara ini. Lastri membawa ransel beratnya sendiri begitu pula dengan Retno. Teuku memberi kode pada Zain yang tidak mebawa apa-apa karena barangnya di bagasi untuk membawakan barang Lastri. Tapi karena ransel Lastri warnanya pink Zain mengurungkan niatnya dan hanya tersenyum kecil. Wah, parah ni ikhwan rasa simpatinya mana. Kali ini lastri yang kesal. Ifa dan Retno hanya geleng-geleng kepala.
Mereka nggak langsung keluar tapi ketempat pengambilan barang dulu. Retno dan Lastri nggak ikut ngantri karena barang-barang mereka nggak dititip di bagasi, mereka menunggu di belakang. Ifa beberapa kali memperhatikan barang-barang yang lewat di depannya. Tapi belum ada kopernya. Tak lama para ikhwan sudah mendapatkan barang mereka.
“Ifa, ini koper anti?” tanya Teuku meyakinkan, di sampingnya Zain hanya menatap penuh tanya menunggu jawaban Ifa. Agak ragu Ifa menjawab sambil melihat kembali koper yang dimaksud dengan seksama,”Ehmm, rasanya bukan.” Teuku berseloroh,”Oh!”
Barang-barang terus berlalu, tapi koper Ifa belum juga ketemu,”Wah,Ukh kopernya nggak ada nih. Gimana?” ujar Teuku.”Heh? ya gimana ya?” jawab Ifa bingung kok kopernya nggak datang-datang atau jangan-jangan. Ifa berbalik mengghampiri koper biru yang dimaksud tadi. Koper itu masih berada di troler di seberang. Ifa menyelidiki koper itu. Masyaallah ternyata benar itu kopernya. Malu. Teuku dan Zain menghampirinya.
“Gimana Ukh?” Ifa sambil tertunduk malu menjawab,”iya, ini koper ana. Afwan!”
Ifa mencoba menarik pegangan koper tapi tidak bisa,” afwan bisa bantu....” belum selesai Ifa bertanya Zain sudah mengambil koper itu dan membawanya pergi. Dalam hati Ifa berkata, syukron. Teuku menangkap ada sesuatu yang berbeda antara Ifa dan Zain, tapi dia buru-buru menepis pikiran itu. Dan tak lama dia menyusul Ifa dan kawan-kawan.
“Duh, enaknya yang kopernya dibawain.” Seloroh Lastri. Retno hanya diam, dingin. Ifa jadi salah tingkah,”Ah, kakak biasa aja kali...” Ifa tersenyum simpul. Sebenarnya dia merasa tersanjung karena Zain mau membawakan barang-barangnya sementara barang akhwat yang lain tidak dibawakannya. mahasiswa fakultas Hukum yang satu angkatan dengannya itu lebih banyak bertengkarnya di banding akurnya. Walau bertengkarnya hanya lewat sms dan facebook.
Ifa mengejar Zain dan Adil yang berjalan cepat di depannya. Teuku sudah berada di seberang. Di belakang Retno dan Lastri mengikuti mereka. Retno sedikit kesal melihat tingkah Ifa, mahasiswi Farmasi tingkat dua itu.
Dari Jakarta ke Bogor mereka naik Damri. Tapi berhubung Damri ke Bogor sudah penuh, mereka harus menunggu kedatangan Damri berikutnya. Tak ada tempat duduk yang kosong. Terpaksa mereka berenam harus berdiri. Satu per satu Damri berdatangan tapi bellum ada jurusan bogor. Beberapa penumpang mulai pergi, ada tempat kosong. Teuku, Lastri dan Adil sudah duduk. Sementara Zain, Retno dan Ifa masih berdiri. Satu penumpang lagi pergi, ada satu kursi kosong. Zain baru saja mau duduk, tapi nggak jadi. Dia mempersilahkan Retno duduk.
“Syukron!” retno menundukkan kepala. Setelah duduk dia melihat Ifa dan tersenyum penuh kemenangan. Dari jauh Ifa hanya tersenyum kecut, kenapa sih nggak dia aja yang dikasih tempat duduk. Sudahlah. Belum ada tempat kosong, tinggal Ifa dan Zain yang masih berdiri. Ifa melihat-lihat sekitar berharap Damri yang mereka tunggu segera datang. Tapi belum ada tanda-tanda bus itu kan datang. Pegal.
Damri ke bekasi datang, tiga penumpang yang duduk berdekatan pergi. Akhirnya Ifa bisa duduk. Beberapa menit kemudian Damri jurusan Bogor tiba. Mereka langsung menaiki Bus mewah berAC itu. Tak ada tempat duduk selain lima deret kursi paling belakang. Retno duduk di dekat jendela menyusul Ifa dan Lastri di sebelahnya. Sementara Zain dapat satu bangku didepan mereka. Adil dan Teuku mengisi bangku disebelah Lastri. Sedikit ada jarak antar bangku jadi Lastri dan Adil yang duduk bersebalahan bisa mengindari sentuhan dia antara mereka berdua. Lagipula Adil adik tingkat Lastri dan mereka tetangga yang sudah seperti keluaarga sendiri jadi mereka tidak terlalu canggung kalau harus duduk bersebelahan.
Damri mulai memasuki jalan tol di tengah Ibu Kota yang terkenal dengan bangunan tinggi itu. Walau sebelumnya pernah ke jakarta tapi Ifa belum pernah mengelilingi kota itu. Jadi dia sedikit tertegun melihat gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari luar jendela.
***
Bogor...
Selang satu jam kemudian Damri yang mereka tumpangi memasuki kota hujan, Bogor. Tapi Bogor terlihat panas siang ini. Mereka tiba di Botani Square, terminal terakhir bus jurusan Bogor. Zain, Adil dan Teuku sudah turun duluan. Terpaksa Ifa menurunkan sendiri kopernya. Cukup berat apalagi menuruni tangga bus. Sampai di bawah, Ifa kehilangan teman-temannya. Terminal cukup ramai. Tiba-tiba di sebelahnya Zain menghampiri,”Kesini Ukhti!” Zain meraih koper yang  berada disebelah Ifa. Hampir saja tangan mereka bersentuhan jika saja Ifa tak langsung menarik tangannya. Ni, ikhwan sembarangan, pikirnya. Tapi suasana terminal yang cukup ramai membuat zain tak memperhatikan kalau tangan Ifa masih memegangi kopernya. Jadi dia santai saja meraih koper itu.
Ni ikhwan, lihat-lihat kek kalau mau ngambil koper orang. Ifa tak senang. Sudahlah pikirnya. Dia berjalan cepat mengikuti punggung Zain yang mulai menghilang dianatara kerumunan orang. Hampir saja dia kehilangan jejak sosok tinggi itu kalau saja Zain tidak memanggilnya. “ sebelah sini ,ukh!”
Dilihatnya Zain sudah berada di dekat Teuku dan kawan-kawan yang tengah duduk di kursi tunggu. Kak Ayu dan Kak Retno juga. “ Dari mana aja buk?” tanya kak Retno ketus. Ifa hanya tersenyum kecut. Dia memalingkan wajah kearah kopernya yang masih setia di tangan Zain. “Ehm, akh. Sini kopernya biar ana yang pegang!” pintanya, Ifa merasa nggak enak sama akhwat yang lain karena hanya barangnya yang dibawakan.
“Nggak apa, Ukh. Perjalanan masih jauh. Lagipula kopernya nggak ringan kalau harus di bawa sama akhwat.” Ujar Zain meyakinkan. Ya sudah pikir Ifa. Tak lama mobil jemputan datang. Ternyata tante Teuku yang jemput. Untunglah jadi nggak usah naik angkot ke IPB.
                                                                                ***
Di IPB..
Seorang ikhwan dari IPB memandu kami ke Mesjid kebanggaan kampus Pertanian itu, Al Hurriyyah. Mesjid tiga tingkat itu cukup besar untuk ukuran mesjid kampus. Di depan Mesjid ikhwan dan akhwat berpisah. Zain meletakkan koper Ifa begitu saja. Tanpa kata-kata langsung pergi mengikuti ikhwan lain kelantai dua. Ifa menghampiri kopernya dan pergi mengikuti akhwat yang lain kesebelah kanan Mesjid. Disana ada ruangan khusus untuk istirahat dan meletakkan barang-barang. Panitia sudah mempersiapkan makan siang untuk mereka. Setelah makan Ifa dan retno yang sedang tidak sholat tidur sejenak,sementara Sulas sholat Ashar.
Sekitar jam 16an, mereka ke tempat acara. Cukup jauh berjalan ke gedung utama. Tak ada kendaraan. “Afwan, ya ukh. Kita jalan saja tak apa kan?” ujar panitia akhwat yang tinggi dan ramah itu merasa tidak enak.
Ifa tersenyum,”nggak apa-apa, Ukh. Udah biasa jalan.”
To be continue.....

Ikhwan Picisan

Ikhwan Picisan...!!
Tak ingin lagi aku tertipu oleh sebentuk perhatian dari ikhwan mana pun. Tadinya kupikir dia begitu baik dan ramah padaku. Tetapi ternyata tidak padaku saja dia ramah. Bahkan kepada adik sekosku dia diskusi di tengah malam melalui layanan facebook. Masya Allah aku tertipu. Ternyata dia hanyalah sosok ikhwan picisan. Yang begitu mudah memberi perhatian kepada wanita yang bukan muhrimnya. Ya Allah hamba tidak ingin tertipu lagi.
                Sekarang aku dibuat bingung olehnya, tadinya aku minta tolong untuk dibelikan buku di kota tempat dia berasal. Dan sepertinya saat ini dia masih asyik di kampungnya. Terlihat dari status-statusnya di facebook. Dia begitu open terhadap apa yang sedang ia lakukan,rasakan dan alami. Hupf, seharusnya semua itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia hanyalah ikhwan picisan. Mengenai buku, katanya akan mengabariku lagi. Namun setelah membicarakan masalah harga, tak ada lagi kelanjutannya. Aku malas jika harus sms duluan. Aku kapok. Tak mau menerima perhatian orang yang tidak menjaga jam malamnya. Aku sudah terlanjur kecewa. Dia begitu mudah melanggar jam malamnya. Facebookan, comment-comment ke status akhwat malam-malam. Astaghfirullah, aku terkadang juga masih sering terbawa suasana. Semoga dia bisa sadar. Aku pun tak mau lengah lagi. Tak ingin lagi melanggar jam malamku. Tak mau lagi comment nggak penting dan nggak jelas. Juga tak mau buat status kacangan yang hanya membuat orang lain tahu apa yang sudah, sedang dan akan aku lakukan.
                Ya Allah tunjukki hamba jalan-Mu yang lurus. Hamba ingin hati yang telah pecah berserak ini bisa kukumpulkan dan ku lem kembali untuk ku berikan pada-Mu. Ya Allah terimalah hati yang sudah tidak sempurna ini. Meski tidak sempurna lagi, hamba ingin sekeping hati ini bisa membawaku untuk berjumpa dengan-Mu. Sungguh hamba tak mau tertunduk malu saat menghadap-Mu karena keburukkan sikapku. Hamba ingin menatap wajah-Mu, jika aku beroleh kesempatan itu.
                Dia ikhwan picisan, begitu banyak kesalahannya, yang seharusnya membuat mata ini melek. Perhatianmu wahai ikhwan, telah melenakan hati lembut seorang wanita yang telah berikrar untuk menutup hijabnya. Kenapa kau begitu tega merusak hati suci ini? bahkan tak hanya diriku yang kau buat tersanjung dengan rayuan gombalmu, bahkan ukhti-ukhtiku yang lain kau perlakukan dengan kondisi yang sama. Wahai engkau yang pandai berkata-kata, simpan kata-katamu untuk memuji Rabbmu, bukan wanita yang belum halal bagimu. Perhatianmu jangan kau umbar, karena itu bisa meracuni kesucian hati seorang akhwat yang berpenyakit hatinya.
                CUKUP.... cukup sampai di sini saja...! tolong jangan ganggu aku lagi...!
Catatan di Bulan September 2011....

Ini Kisahku....
Aku tak pernah menyangka skenario Alllah begitu indah. Kau tahu, aku sempat mengambil PMDK farmasi UNAND yang datang ke SMAku tapi aku tidak lulus. Dan kini kau tahu Allah telah mengutusku untuk menjadi bagian dari penggerak dakwah di UNAND. Tidak hanya di UNAND bahkan aku di beri amanah oleh Allah untuk menjadi personil JARMUS BPNAS SUMBAGUT. Subhanallah sungguh indah skenarioNYA.
Dulu aku sering berdo’a agar bisa kuliah di UNAND dan Allah pun mengabulkannya. Kisah ku dimulai dari malam itu. Aku dan beberapa temanku mabit bersama di rumah salah satu teman baikku, Nabella Hapsari. Dia orang yang cukup mapan bahkan bisa dibilang paling kaya. Beliau punya laptop dan bisa ngenet di rumah makanya kami nginap disana malam itu untuk melihat pengumuman hasil SNMPTN. Tepat pukul 11malam kami memperoleh hasilnya, dan pasti kau sudah tahu aku lulus di Farmasi UNAND.
Pulang dari sana dengan terburu-buru akupun pulang, melengkapi segala kebutuhan untuk membawaku kuliah di UNAND. Kau tahu sendirikan biaya kuliah itu mahal. Belum lagi perlengkapan yang dibutuhkan untuk tinggal diluar kota,jauh dari orang tua. Awalnya keluarga tetap tidak setuju aku kuliah di UNAND. Tapi berkat  Allah sekarang aku bebas melenggang di Ranah minang ini. Alhamdulillah.
Singkat cerita akupun sampai di Padang. Tahun pertama aku tinggal di asrama unand. Lantai 4 kamar 3.23. disana aku sekamar dengan orang Medan, pariaman, panyambungan( baru dengar ya? Itu desa yang terletak di perbatasan Sumbar dan Sumut). Kehidupan yang cukup menyenangkan. Penuh konfliks awalnya, tapi akhirnya saling menerima satu sama lain. Sampai sekarangpun kami masih sering bertemu, tapi dengan teman dari penyambungan jarang karena beda fakultas.
Tahun pertama aku disambut dengan BBMK, tahu apa itu BBMK? Itu singkatan dari Bina Bakat Minat dan Kepemimpinan. Sejenis ospek lah tapi level nya lebih tinggi sedikit. Tahu berapa lama aku BBMK? 3 hari. BUKAN. 1 tahun. Yup satu tahun aku tidak bercanda. Disana penuh dengan konflik. Baik antar individu maupun antar angkatan. Banyak hikmah yang bisa ku ambil disana. Bahkan 1 hikmah telah berhasil membolak-balikkan hatiku. Hingga detik ini. Huh.
Banyak  yang kualami di tahun satu. Menjadi sekretaris AMA walau sebenarnya aku tidak berbakat, entah atas dasar apa aku dipilih. Lalu jadi bendahara hingga detik ini. Dan entah karena apa pula aku dipilih. Mengalami hari-hari yang menegangkan bersama senior. Sering pulang Maghrib,huh menyebalkan. CAPEK. Tapi setelah dikenang INDAH banget rasanya.
Aku ingat, kami memulai perkuliahan saat bulan Ramadhan, bulan penuh kemenangan dan kenangan bagiku. Tahu tidak? Aku pernah nangis loh di depan senior dan teman-temnaku. Ceritanya kami buka bareng se fakultas Farmasi di Fekon Jati. Gara-gara Tarawih Cuma dua rakaat dan itupun ngebut banget aku akhirnya menangis. Sontak orang-orang pada bingung padahal waktu itu sedang lomba nasyid satu angkatan. HIHIHI, lucu juga. (sekarang aku tahu kalo tarawihnya boleh di rumah and nggak mesti abis Isya banget...)
Hemm. Kisah yang lain yang selalu kuingat. Ketika itu aku berjalan di lorong fakultas sehabis sholat Dzuhur. Buru-buru aku bejalan tapi hujan cukup lebat. Akhirnya kupelankan langkah. Tiba-tiba ada seseorang dengan pakaian serba hitam lewat disampingku dan berjalan dengan cepat hingga ketika tiba di ujung lorong yang tonggal beberapa meter dihadapanku dia terus berjalan setengah berlari menerobos hujan. Tak tahu siapa. Nggak kenal. Awalnya aku ingin berhenti dulu menunggu kalau-kalau ada yang bawa payung jadi bisa nebeng tapi ternyata tidak ada dan akhirnya kuputuskan untuk berlari menerobos hujan seperti orang serba hitam tadi. Hingga akupun sampai didepan gedung C!.14 itu ruangan besar yang aku tinggalkan beberapa menit yang lalu untuk menunaikan sholat. Tempat Draft BBMK berlangsung. Betapa terkejutnya aku ketika tiba di depan pintu,ternyata orang serba hitam itu berada tepat di depanku sepertinya mau ke C!.14 juga. Siapa? Huh, aku tak peduli. Tak ada basa-basi tak ada tegur sapa. Untuk apa,toh aku tak mengenalnya. Langsung saja aku meneroos masuk.
Tepat pukul satu. Ruangan ini masih sepi hanya terisi teman-teman wanita yang memang sedang nggak sholat selebihnya hanya ada aku. Kenapa semua ngaret, katanya jam satu harus sudah berada diruangan ini. Hemm! Bosan aku mengarah kepintu masuk mungkin ada orang yang kukenal yang akan masuk dan bisa jadi teman mengobrol sembari menunggu teman-teman dan senior. Tapi, opss. Kok orang serba hitam itu masuk? Dan siapa itu dibelakagnya, bukankah itu Da ipul ketua BBMK. Tanda tanya besar yang tak bisa kutemukan jawabannya. Sudahlah mungkin senior yang baru kuketahui. wah salut masih ada juga senior yang datang tepat waktu. Ketua BBMK lagi, pemimpin maksudnya.
Tak lama kemudian masuk seorang jilbaber, temanku. Widia langsung tersenyum padaku dan duduk di dekatku. Kami ngobrol untuk menghilangkan kejenuhan. Hingga akupun bertanya tentang orang serba hitam itu. Kok bisa ya senior mau datang tepat waktu tumben. Dan tahu apa yang dikatakan Widi. Hah jadi kamu nggak tahu ya? Dia itu orang serba hitam itu Gubernur BEM Farmasi. Hah sontak aku kaget dan merasa malu karena tidak mengenali Gubernur sendiri. Hehe, itulah kisah pertama kali aku menngetahui siapa Gubernur Farmasi. Maklumlah terlalu cuek jadi orang.
Masih banyak lagi kisah-kisah menarik yang kualami. Suatu kali akan ku ceritakan.
Kini aku sudah tahun dua, baru saja menyelesaikan semester 3.  Liburan. Tapi tunggu dulu ada sedikit perubahan yang harus aku jelaskan. Tahun kedua ini aku nggat tinggal di asrama lagi. Karena jatah tinggal di asrama Cuma satu tahun. Jadi aku tinggal di wisma pelita sholehah. Salah satu wisam MIPA Farmasi. Bersama 10 akwat yang lain. Nanti ya ceritanya. Sekarang aku mau tidur dulu karena besok aku harus pulang ke Bengkulu. Liburan.:-)
# Liburan terakhir bersama Ibu..... Januari 2011