Senin, 06 Februari 2012

Padang-Jakarta-Bogor


Di Perjalanan Pasar Baru-Bandara...
Sedan merah hati itu terus melaju kencang. Bandara Minang Kabau, tinggal beberapa menit lagi sedan merah itu sampai disana. Sementara itu gadis berjilbab merah yang duduk dikursi belakang sibuk memainkan sony lipatnya. Tut..tut...tut terdengar kipet HP hitam itu berbunyi ketika jari-jari lentik itu menekannya. Huruf demi huruf hingga terbentuk untaian kalimat di layar HP mini itu, menjawab sms yang terus berdatangan dari orang-orang yang berbeda.
                “Lumayan juga kak, sopirnya lihai. Semoga sampai tepat waktu di Bandara”
                Sony lipat itu berdering untuk yang kesekian kalinya,” Yok lah. Hati-hati ya dek. Semoga selamat sampai Bogor. Oleh-olehnya jangan lupa yah, hehehe....” balasan dari kak Via.
                “Fa, sibuk amat. Siapa sih yang dari tadi sms?” gadis berjilbab coklat muda yang duduk di sebelah kanan gadis berjilbab merah berkomentar. Gadis berjilbab hitam yang duduk di sebelah kiri hanya diam menatap keluar jendela, tak peduli.
                “Iya, ni kak Lastri. Kakak satu wisma sms. Baru ditinggal bentar udah pada kangen sms terus,hehehe.” Sahut gadis berjilbab merah yang tak lain adalah Nur Lathifa.
***
                Di Bandara...
Sedan merah itu telah memasuki kawasan Bandara Minang Kabau. Dua orang ikhwan telah menunggu disana untuk membawa kembali sedan itu. Ifa tak terlalu kenal dengan dua orang yang baru ditemuinya itu. Tapi sang supir yang tak lain adalah ketua FKI Rabbani sepertinya kenal baik dengan mereka.
                “itu yang bawa koper siapa ya?” seloroh ketua FKI saat baru tiba di Bandara. Dengan sedikit tersipu malu Ifa menjawab,”ehmm...saya.” Bagaimana tidak dari keenam orang yang pergi hanya dia yang membawa koper. Yang lain hanya membawa ransel dan tas kecil saja. Wah, rasanya Ifa malu sekaligus kesal. Kak lastri bilang pulangnya senin pagi, itu artinya mereka di Bogor empat hari tiga malam makanya Ifa bawa baju banyak, ternyata pulangnya minggu pagi, jadi cuma tiga hari dua malam.
                Tahu gitu tadi bawa ransel aja. Ujar Ifa dalam hati. Teman-teman sudah mengambil tas mereka ketika Ifa mengambil kopernya. Koper dongker ukuran sedang itu dia keluarkan sendiri dari bagasi. Berat, tak ada ikhwan yang tergerak untuk membantunya. Hupf...harus mandiri nih, lagi-lagi Ifa berujar dalam hati.
“Wah, rupanya anti yang bawa koper ya?” dari belakang Zain menggoda Ifa. Ifa terkejut dan langsung berbalik mendapati ikhwan tinggi yang bicara padanya barusan. Zain sudah menundukkan pandangannya tepat saat Ifa menatap ke arahnya. Ifa teringat dengan komennya di FB tadi malam. Disana dia menuliskan bahwa kak Lastri kecewa zain nggak ikut karena nggak ada yang bawain kopernya. Aduh-aduh Zain membuat Ifa salah tingkah. Setahunya Zain nggak ikut, ternyata ikhwan yang sering menggodanya tapi tetap dingin itu ikut juga. Ifa jadi malu, karena yang bawa koper bukan kak Lastri tapi dirinya. Zain tersenyum penuh kemenangan tapi sedikit ada tanda tanya, sebenarnya yang kecewa Kak Lastri atau gadis pemalu yang tengah berdiri tertunduk di hadapannya itu. Zain geleng-geleng kepala tak mengerti.
                Ikhwan dan akhwat itu pun menuju pintu masuk. Lagi-lagi Ifa harus mengangkat sendiri kopernyaa ke atas troler. Lima anggota tim lainnya sudah melewati pintu pemeriksaan. Wah, benar-benar tu ikhwan nggak pedulian banget deh, gerutu Ifa. Tergesa-gesa Ifa membawa kopernya mengejar yang lain. Tiba-tiba seseorang meminta kopernya untuk dikemas, Ifa ragu, rasanya satu minggu yang lalu saat ia naik pesawat di Bandara yang sama nggak ada ceritanya tas dikemas gitu. Tapi Ifa nurut aja, padahal kak retno sudah memperingatkannya untuk terus jalan saja.
                Ifa bingung, petugas itu menanyakan nomor tiketnya, sementara dia tidak tahu karena tiketnya dipegang Teuku, ketua FKI. Ifa benar-benar pusing dibuatnya, kelima rekannya tidak ada yang membantu. Akhirnya Ifa berinisiatif memanggil salah satu dari mereka dengan melambai-lambaikan tangan. Zain langsung mendatangi tempat Ifa berada. Koper itu sudah dikemas sedemikian rupa dan Ifa harus mengeluarkan uang delapan ribu rupiah untuk fasilitas itu. Sungguh diluar dugaan. Zain berjalan meninggalkan Ifa dengan koper beratnya. Ni orang nggak berperasaan banget, bantuin kek. Kesal Ifa dalam hati.
                Tiket sudah di tangan, barang-barang sudah masuk ke bagasi pesawat batavia yang akan membawa mereka ke ibu kota negara, Jakarta. Masih ada waktu 45 menit lagi untuk take off. Ifa, Lastri, Retno duduk dikursi tunggu yang berseberangan dengan Zain, Teuku dan Adil.
                “Fa, ke toilet yuk, kebelet ni.” ajak Lastri. “Yuk!” sahut Ifa yang sedari tadi memang mau ke toilet. Dua akhwat berjilbab lebar itu pergi ke toilet setelah menitipkan barang-barang mereka pada akhwat berjilbab hitam yang dipanggil kak Retno.
                Ketiga akhwat itu sibuk foto-foto sambil mengisi waktu. Namun tak lama ketiganya sudah sibuk dengan urusan masing-masing.
                “kak, ikhwan-ikhwan itu kejam. Masa tadi Ifa bawa koper sendiri, nggak ada yang bantuin” curhat Ifa lewat sms
                Tak lama handphonenya berdering, di layar tertulis 1 pesan diterima, dari kak Via,” wah, tega ya. Nggak papa dek, kita wanita harus mandiri. Sabar aja, mungkin mereka segan sama Ifa.”
                “segan si segan kak, tapi kan yang namanya Ifa juga wanita yang kekuatannya nggak sekuat mereka, masa iya mereka nggak punya hati gitu. Hmmm!”
                “hehehe, mungkin hatinya ketinggalan dimana gitu..” guyon kak Via, “ jam berapa berangkatnya?” Ifa mengetik sms terakhirnya sebelum naik pesawat,”ni dah mau berangkat kak, fa matiin hp dulu ya. Nti Fa kasih kabar kalau dah nyampe Jakarta. “OK, hati-hati yah!” balas kak Via tak lama sebelum Ifa menonaktifkan Hpnya.
***
                Di pesawat...
Bangku nomor 26 A,Ifa berjalan melewati kursi-kursi pesawat sambil mencocokkan nomor yang ada di tiketnya dengan nomor pada kursi batavia itu. Yak, ini dia. Lastri dan Retno yang duduk di kursi 26B dan 26C mengikutinya dari belakang. Sementara Teuku, Zain dan Adil duduk di kursi 26D 26E dan 26F.
Lastri mengeluarkan handphone,”foto yuk!” pesawat belum berangkat jadi ketiga akhwat itu foto-foto lagi, hitung-hitung kenangan-kenangan. Mereka hanya sempat mengambil beberapa gambar. Wah, akhwat narsis abis mungkin itu ungkapan ikhwan-ikhwan yang duduk berseberangan dengan mereka.
Ifa beruntung duduk dekat jendela, jadi bisa melihat pemandangan di bawahnya. Pramugari sibuk memberi pengarahan dan memperagakannya, Ifa sudah pernah melihat kejadian itu tepat satu minggu yang lalu., ketika dia pulang ke Bengkulu naik pesawat. Dia ingat saat itu dia naik Lion kursi 17F. Memori itu mengingatkannya pada ibunya. Satu minggu yang lalu naik pesawat karena ibu. Ifa buru-buru menghilangkan pikirannya tentang ibunya tercinta sebelum air mata mengalir dipipinya. Perjalan ini harus dimanfaatkannya untuk memperbarui semangatnya lagi.
***
Bandara internasional Soekarnao-Hatta...
Batavia telah mendarat di bandara internasional Soetta, beberapa penumpang sudah turun termasuk Ifa dan tim yang lain. Sedikit berlari Ifa mengejar anggota tim, ini kali kedua Ifa ke Bandara ini. Lastri membawa ransel beratnya sendiri begitu pula dengan Retno. Teuku memberi kode pada Zain yang tidak mebawa apa-apa karena barangnya di bagasi untuk membawakan barang Lastri. Tapi karena ransel Lastri warnanya pink Zain mengurungkan niatnya dan hanya tersenyum kecil. Wah, parah ni ikhwan rasa simpatinya mana. Kali ini lastri yang kesal. Ifa dan Retno hanya geleng-geleng kepala.
Mereka nggak langsung keluar tapi ketempat pengambilan barang dulu. Retno dan Lastri nggak ikut ngantri karena barang-barang mereka nggak dititip di bagasi, mereka menunggu di belakang. Ifa beberapa kali memperhatikan barang-barang yang lewat di depannya. Tapi belum ada kopernya. Tak lama para ikhwan sudah mendapatkan barang mereka.
“Ifa, ini koper anti?” tanya Teuku meyakinkan, di sampingnya Zain hanya menatap penuh tanya menunggu jawaban Ifa. Agak ragu Ifa menjawab sambil melihat kembali koper yang dimaksud dengan seksama,”Ehmm, rasanya bukan.” Teuku berseloroh,”Oh!”
Barang-barang terus berlalu, tapi koper Ifa belum juga ketemu,”Wah,Ukh kopernya nggak ada nih. Gimana?” ujar Teuku.”Heh? ya gimana ya?” jawab Ifa bingung kok kopernya nggak datang-datang atau jangan-jangan. Ifa berbalik mengghampiri koper biru yang dimaksud tadi. Koper itu masih berada di troler di seberang. Ifa menyelidiki koper itu. Masyaallah ternyata benar itu kopernya. Malu. Teuku dan Zain menghampirinya.
“Gimana Ukh?” Ifa sambil tertunduk malu menjawab,”iya, ini koper ana. Afwan!”
Ifa mencoba menarik pegangan koper tapi tidak bisa,” afwan bisa bantu....” belum selesai Ifa bertanya Zain sudah mengambil koper itu dan membawanya pergi. Dalam hati Ifa berkata, syukron. Teuku menangkap ada sesuatu yang berbeda antara Ifa dan Zain, tapi dia buru-buru menepis pikiran itu. Dan tak lama dia menyusul Ifa dan kawan-kawan.
“Duh, enaknya yang kopernya dibawain.” Seloroh Lastri. Retno hanya diam, dingin. Ifa jadi salah tingkah,”Ah, kakak biasa aja kali...” Ifa tersenyum simpul. Sebenarnya dia merasa tersanjung karena Zain mau membawakan barang-barangnya sementara barang akhwat yang lain tidak dibawakannya. mahasiswa fakultas Hukum yang satu angkatan dengannya itu lebih banyak bertengkarnya di banding akurnya. Walau bertengkarnya hanya lewat sms dan facebook.
Ifa mengejar Zain dan Adil yang berjalan cepat di depannya. Teuku sudah berada di seberang. Di belakang Retno dan Lastri mengikuti mereka. Retno sedikit kesal melihat tingkah Ifa, mahasiswi Farmasi tingkat dua itu.
Dari Jakarta ke Bogor mereka naik Damri. Tapi berhubung Damri ke Bogor sudah penuh, mereka harus menunggu kedatangan Damri berikutnya. Tak ada tempat duduk yang kosong. Terpaksa mereka berenam harus berdiri. Satu per satu Damri berdatangan tapi bellum ada jurusan bogor. Beberapa penumpang mulai pergi, ada tempat kosong. Teuku, Lastri dan Adil sudah duduk. Sementara Zain, Retno dan Ifa masih berdiri. Satu penumpang lagi pergi, ada satu kursi kosong. Zain baru saja mau duduk, tapi nggak jadi. Dia mempersilahkan Retno duduk.
“Syukron!” retno menundukkan kepala. Setelah duduk dia melihat Ifa dan tersenyum penuh kemenangan. Dari jauh Ifa hanya tersenyum kecut, kenapa sih nggak dia aja yang dikasih tempat duduk. Sudahlah. Belum ada tempat kosong, tinggal Ifa dan Zain yang masih berdiri. Ifa melihat-lihat sekitar berharap Damri yang mereka tunggu segera datang. Tapi belum ada tanda-tanda bus itu kan datang. Pegal.
Damri ke bekasi datang, tiga penumpang yang duduk berdekatan pergi. Akhirnya Ifa bisa duduk. Beberapa menit kemudian Damri jurusan Bogor tiba. Mereka langsung menaiki Bus mewah berAC itu. Tak ada tempat duduk selain lima deret kursi paling belakang. Retno duduk di dekat jendela menyusul Ifa dan Lastri di sebelahnya. Sementara Zain dapat satu bangku didepan mereka. Adil dan Teuku mengisi bangku disebelah Lastri. Sedikit ada jarak antar bangku jadi Lastri dan Adil yang duduk bersebalahan bisa mengindari sentuhan dia antara mereka berdua. Lagipula Adil adik tingkat Lastri dan mereka tetangga yang sudah seperti keluaarga sendiri jadi mereka tidak terlalu canggung kalau harus duduk bersebelahan.
Damri mulai memasuki jalan tol di tengah Ibu Kota yang terkenal dengan bangunan tinggi itu. Walau sebelumnya pernah ke jakarta tapi Ifa belum pernah mengelilingi kota itu. Jadi dia sedikit tertegun melihat gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari luar jendela.
***
Bogor...
Selang satu jam kemudian Damri yang mereka tumpangi memasuki kota hujan, Bogor. Tapi Bogor terlihat panas siang ini. Mereka tiba di Botani Square, terminal terakhir bus jurusan Bogor. Zain, Adil dan Teuku sudah turun duluan. Terpaksa Ifa menurunkan sendiri kopernya. Cukup berat apalagi menuruni tangga bus. Sampai di bawah, Ifa kehilangan teman-temannya. Terminal cukup ramai. Tiba-tiba di sebelahnya Zain menghampiri,”Kesini Ukhti!” Zain meraih koper yang  berada disebelah Ifa. Hampir saja tangan mereka bersentuhan jika saja Ifa tak langsung menarik tangannya. Ni, ikhwan sembarangan, pikirnya. Tapi suasana terminal yang cukup ramai membuat zain tak memperhatikan kalau tangan Ifa masih memegangi kopernya. Jadi dia santai saja meraih koper itu.
Ni ikhwan, lihat-lihat kek kalau mau ngambil koper orang. Ifa tak senang. Sudahlah pikirnya. Dia berjalan cepat mengikuti punggung Zain yang mulai menghilang dianatara kerumunan orang. Hampir saja dia kehilangan jejak sosok tinggi itu kalau saja Zain tidak memanggilnya. “ sebelah sini ,ukh!”
Dilihatnya Zain sudah berada di dekat Teuku dan kawan-kawan yang tengah duduk di kursi tunggu. Kak Ayu dan Kak Retno juga. “ Dari mana aja buk?” tanya kak Retno ketus. Ifa hanya tersenyum kecut. Dia memalingkan wajah kearah kopernya yang masih setia di tangan Zain. “Ehm, akh. Sini kopernya biar ana yang pegang!” pintanya, Ifa merasa nggak enak sama akhwat yang lain karena hanya barangnya yang dibawakan.
“Nggak apa, Ukh. Perjalanan masih jauh. Lagipula kopernya nggak ringan kalau harus di bawa sama akhwat.” Ujar Zain meyakinkan. Ya sudah pikir Ifa. Tak lama mobil jemputan datang. Ternyata tante Teuku yang jemput. Untunglah jadi nggak usah naik angkot ke IPB.
                                                                                ***
Di IPB..
Seorang ikhwan dari IPB memandu kami ke Mesjid kebanggaan kampus Pertanian itu, Al Hurriyyah. Mesjid tiga tingkat itu cukup besar untuk ukuran mesjid kampus. Di depan Mesjid ikhwan dan akhwat berpisah. Zain meletakkan koper Ifa begitu saja. Tanpa kata-kata langsung pergi mengikuti ikhwan lain kelantai dua. Ifa menghampiri kopernya dan pergi mengikuti akhwat yang lain kesebelah kanan Mesjid. Disana ada ruangan khusus untuk istirahat dan meletakkan barang-barang. Panitia sudah mempersiapkan makan siang untuk mereka. Setelah makan Ifa dan retno yang sedang tidak sholat tidur sejenak,sementara Sulas sholat Ashar.
Sekitar jam 16an, mereka ke tempat acara. Cukup jauh berjalan ke gedung utama. Tak ada kendaraan. “Afwan, ya ukh. Kita jalan saja tak apa kan?” ujar panitia akhwat yang tinggi dan ramah itu merasa tidak enak.
Ifa tersenyum,”nggak apa-apa, Ukh. Udah biasa jalan.”
To be continue.....

Ikhwan Picisan

Ikhwan Picisan...!!
Tak ingin lagi aku tertipu oleh sebentuk perhatian dari ikhwan mana pun. Tadinya kupikir dia begitu baik dan ramah padaku. Tetapi ternyata tidak padaku saja dia ramah. Bahkan kepada adik sekosku dia diskusi di tengah malam melalui layanan facebook. Masya Allah aku tertipu. Ternyata dia hanyalah sosok ikhwan picisan. Yang begitu mudah memberi perhatian kepada wanita yang bukan muhrimnya. Ya Allah hamba tidak ingin tertipu lagi.
                Sekarang aku dibuat bingung olehnya, tadinya aku minta tolong untuk dibelikan buku di kota tempat dia berasal. Dan sepertinya saat ini dia masih asyik di kampungnya. Terlihat dari status-statusnya di facebook. Dia begitu open terhadap apa yang sedang ia lakukan,rasakan dan alami. Hupf, seharusnya semua itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia hanyalah ikhwan picisan. Mengenai buku, katanya akan mengabariku lagi. Namun setelah membicarakan masalah harga, tak ada lagi kelanjutannya. Aku malas jika harus sms duluan. Aku kapok. Tak mau menerima perhatian orang yang tidak menjaga jam malamnya. Aku sudah terlanjur kecewa. Dia begitu mudah melanggar jam malamnya. Facebookan, comment-comment ke status akhwat malam-malam. Astaghfirullah, aku terkadang juga masih sering terbawa suasana. Semoga dia bisa sadar. Aku pun tak mau lengah lagi. Tak ingin lagi melanggar jam malamku. Tak mau lagi comment nggak penting dan nggak jelas. Juga tak mau buat status kacangan yang hanya membuat orang lain tahu apa yang sudah, sedang dan akan aku lakukan.
                Ya Allah tunjukki hamba jalan-Mu yang lurus. Hamba ingin hati yang telah pecah berserak ini bisa kukumpulkan dan ku lem kembali untuk ku berikan pada-Mu. Ya Allah terimalah hati yang sudah tidak sempurna ini. Meski tidak sempurna lagi, hamba ingin sekeping hati ini bisa membawaku untuk berjumpa dengan-Mu. Sungguh hamba tak mau tertunduk malu saat menghadap-Mu karena keburukkan sikapku. Hamba ingin menatap wajah-Mu, jika aku beroleh kesempatan itu.
                Dia ikhwan picisan, begitu banyak kesalahannya, yang seharusnya membuat mata ini melek. Perhatianmu wahai ikhwan, telah melenakan hati lembut seorang wanita yang telah berikrar untuk menutup hijabnya. Kenapa kau begitu tega merusak hati suci ini? bahkan tak hanya diriku yang kau buat tersanjung dengan rayuan gombalmu, bahkan ukhti-ukhtiku yang lain kau perlakukan dengan kondisi yang sama. Wahai engkau yang pandai berkata-kata, simpan kata-katamu untuk memuji Rabbmu, bukan wanita yang belum halal bagimu. Perhatianmu jangan kau umbar, karena itu bisa meracuni kesucian hati seorang akhwat yang berpenyakit hatinya.
                CUKUP.... cukup sampai di sini saja...! tolong jangan ganggu aku lagi...!
Catatan di Bulan September 2011....

Ini Kisahku....
Aku tak pernah menyangka skenario Alllah begitu indah. Kau tahu, aku sempat mengambil PMDK farmasi UNAND yang datang ke SMAku tapi aku tidak lulus. Dan kini kau tahu Allah telah mengutusku untuk menjadi bagian dari penggerak dakwah di UNAND. Tidak hanya di UNAND bahkan aku di beri amanah oleh Allah untuk menjadi personil JARMUS BPNAS SUMBAGUT. Subhanallah sungguh indah skenarioNYA.
Dulu aku sering berdo’a agar bisa kuliah di UNAND dan Allah pun mengabulkannya. Kisah ku dimulai dari malam itu. Aku dan beberapa temanku mabit bersama di rumah salah satu teman baikku, Nabella Hapsari. Dia orang yang cukup mapan bahkan bisa dibilang paling kaya. Beliau punya laptop dan bisa ngenet di rumah makanya kami nginap disana malam itu untuk melihat pengumuman hasil SNMPTN. Tepat pukul 11malam kami memperoleh hasilnya, dan pasti kau sudah tahu aku lulus di Farmasi UNAND.
Pulang dari sana dengan terburu-buru akupun pulang, melengkapi segala kebutuhan untuk membawaku kuliah di UNAND. Kau tahu sendirikan biaya kuliah itu mahal. Belum lagi perlengkapan yang dibutuhkan untuk tinggal diluar kota,jauh dari orang tua. Awalnya keluarga tetap tidak setuju aku kuliah di UNAND. Tapi berkat  Allah sekarang aku bebas melenggang di Ranah minang ini. Alhamdulillah.
Singkat cerita akupun sampai di Padang. Tahun pertama aku tinggal di asrama unand. Lantai 4 kamar 3.23. disana aku sekamar dengan orang Medan, pariaman, panyambungan( baru dengar ya? Itu desa yang terletak di perbatasan Sumbar dan Sumut). Kehidupan yang cukup menyenangkan. Penuh konfliks awalnya, tapi akhirnya saling menerima satu sama lain. Sampai sekarangpun kami masih sering bertemu, tapi dengan teman dari penyambungan jarang karena beda fakultas.
Tahun pertama aku disambut dengan BBMK, tahu apa itu BBMK? Itu singkatan dari Bina Bakat Minat dan Kepemimpinan. Sejenis ospek lah tapi level nya lebih tinggi sedikit. Tahu berapa lama aku BBMK? 3 hari. BUKAN. 1 tahun. Yup satu tahun aku tidak bercanda. Disana penuh dengan konflik. Baik antar individu maupun antar angkatan. Banyak hikmah yang bisa ku ambil disana. Bahkan 1 hikmah telah berhasil membolak-balikkan hatiku. Hingga detik ini. Huh.
Banyak  yang kualami di tahun satu. Menjadi sekretaris AMA walau sebenarnya aku tidak berbakat, entah atas dasar apa aku dipilih. Lalu jadi bendahara hingga detik ini. Dan entah karena apa pula aku dipilih. Mengalami hari-hari yang menegangkan bersama senior. Sering pulang Maghrib,huh menyebalkan. CAPEK. Tapi setelah dikenang INDAH banget rasanya.
Aku ingat, kami memulai perkuliahan saat bulan Ramadhan, bulan penuh kemenangan dan kenangan bagiku. Tahu tidak? Aku pernah nangis loh di depan senior dan teman-temnaku. Ceritanya kami buka bareng se fakultas Farmasi di Fekon Jati. Gara-gara Tarawih Cuma dua rakaat dan itupun ngebut banget aku akhirnya menangis. Sontak orang-orang pada bingung padahal waktu itu sedang lomba nasyid satu angkatan. HIHIHI, lucu juga. (sekarang aku tahu kalo tarawihnya boleh di rumah and nggak mesti abis Isya banget...)
Hemm. Kisah yang lain yang selalu kuingat. Ketika itu aku berjalan di lorong fakultas sehabis sholat Dzuhur. Buru-buru aku bejalan tapi hujan cukup lebat. Akhirnya kupelankan langkah. Tiba-tiba ada seseorang dengan pakaian serba hitam lewat disampingku dan berjalan dengan cepat hingga ketika tiba di ujung lorong yang tonggal beberapa meter dihadapanku dia terus berjalan setengah berlari menerobos hujan. Tak tahu siapa. Nggak kenal. Awalnya aku ingin berhenti dulu menunggu kalau-kalau ada yang bawa payung jadi bisa nebeng tapi ternyata tidak ada dan akhirnya kuputuskan untuk berlari menerobos hujan seperti orang serba hitam tadi. Hingga akupun sampai didepan gedung C!.14 itu ruangan besar yang aku tinggalkan beberapa menit yang lalu untuk menunaikan sholat. Tempat Draft BBMK berlangsung. Betapa terkejutnya aku ketika tiba di depan pintu,ternyata orang serba hitam itu berada tepat di depanku sepertinya mau ke C!.14 juga. Siapa? Huh, aku tak peduli. Tak ada basa-basi tak ada tegur sapa. Untuk apa,toh aku tak mengenalnya. Langsung saja aku meneroos masuk.
Tepat pukul satu. Ruangan ini masih sepi hanya terisi teman-teman wanita yang memang sedang nggak sholat selebihnya hanya ada aku. Kenapa semua ngaret, katanya jam satu harus sudah berada diruangan ini. Hemm! Bosan aku mengarah kepintu masuk mungkin ada orang yang kukenal yang akan masuk dan bisa jadi teman mengobrol sembari menunggu teman-teman dan senior. Tapi, opss. Kok orang serba hitam itu masuk? Dan siapa itu dibelakagnya, bukankah itu Da ipul ketua BBMK. Tanda tanya besar yang tak bisa kutemukan jawabannya. Sudahlah mungkin senior yang baru kuketahui. wah salut masih ada juga senior yang datang tepat waktu. Ketua BBMK lagi, pemimpin maksudnya.
Tak lama kemudian masuk seorang jilbaber, temanku. Widia langsung tersenyum padaku dan duduk di dekatku. Kami ngobrol untuk menghilangkan kejenuhan. Hingga akupun bertanya tentang orang serba hitam itu. Kok bisa ya senior mau datang tepat waktu tumben. Dan tahu apa yang dikatakan Widi. Hah jadi kamu nggak tahu ya? Dia itu orang serba hitam itu Gubernur BEM Farmasi. Hah sontak aku kaget dan merasa malu karena tidak mengenali Gubernur sendiri. Hehe, itulah kisah pertama kali aku menngetahui siapa Gubernur Farmasi. Maklumlah terlalu cuek jadi orang.
Masih banyak lagi kisah-kisah menarik yang kualami. Suatu kali akan ku ceritakan.
Kini aku sudah tahun dua, baru saja menyelesaikan semester 3.  Liburan. Tapi tunggu dulu ada sedikit perubahan yang harus aku jelaskan. Tahun kedua ini aku nggat tinggal di asrama lagi. Karena jatah tinggal di asrama Cuma satu tahun. Jadi aku tinggal di wisma pelita sholehah. Salah satu wisam MIPA Farmasi. Bersama 10 akwat yang lain. Nanti ya ceritanya. Sekarang aku mau tidur dulu karena besok aku harus pulang ke Bengkulu. Liburan.:-)
# Liburan terakhir bersama Ibu..... Januari 2011
Dialog Dua Hati
Semua berasal dari hatiku ku rasa. Hatiku yang harus debenahi terlebih dahulu. Wah, wah, wah kudu baca lagi nih referensi manajemen hati... hati, dialog yuk...
Hati        : wah, stress. Amanah dakwah begitu BERAT. Ada riak-riak kecil mengelilingi hati. Tetap bertahan, atau cabut aja. Rencana nggak mau datang rapat. Tapi, akhirnya datang juga. Namun diuji dengan rasa kecewa. Yang lain kemana ya? Kok yang datang ketuanya aja. Telat nggak bisa atau bagaimana. Tak ada yang konfirmasi. Ketika mau pulang, ketemu salah seorang anggota tim. Sengaja menghindar nggak tahunya dia menghindar juga. Mukanay dingin bak batu Es. Siapa peduli. Oh tidak. Hati hati jaga hati. Aku merana, nelangsa. Tak sadarkah dia telah menyakiti hati ini?
Pikiran positif     : hati, nggak usah stress. Nggak usah terlalu dipikirin. Bukannya itu yang kamu mau. Gadhul bashar. Iya, kan. Sekarang saat saudara-saudaramu melakukannya kok malah kamu yang tak suka. Bagus kan. Mengenai rapat, bukankah sejak awal kamu juga nggak mau datang karena nggak mau ketemu dia. Lantas kalau dia berpikiran yang sama denganmu, why not? Biasa aja kan. Sekali lagi nggak usah terlalu dipikiran. Ok, sayang!
Hati        : tapi aku sedih karena sikapnya itu terlalu dingin, masa iya aku sms kadang dia nggak balas, kadang balasnya telat, kadang isinya kaku banget. Padahal dulu sebelum aku menasehatinya dia begitu ringan, enak diajak bicara. Memang sih aku yang marahin dia waktu dia sms seperti itu, banyak becandanya, tapi itu kan karena aku takut tambah sering smsan sama dia, akhirnya penyakit hati. Tapi aku juga nggak suka yang kaku-kaku amat.
Pikitan Positif     : hm,hm,hm. Susah juga nih. Nggak mau becanda tapi nggak juga mau yang kau-kaku banget. Yah, mau bagaimana lagi itulah konsekuensi atas nasehat kita. Bagus kan dia mau ngikutin nasehat kita. Kita jadi lebih mudah juga jaga hati. Sabar, sabar. Dalam nasehat-menasehati memang butuh kesabaran.
Hati        : huaahhh.... ok lah....
***

Antara aku, dia dan Allah

Antara aku, dia dan Allah
Entah sudah berakhir atau belum. Antara senang dan sedih. Senang karena sekarang kalau sholat udah nggak malu lagi. Tapi sedih karena kini nggak bisa komunikasi dengan dia lagi. Mencintai-Mu Ya Allah memang butuh pengorbanan yang besar karena apa yang Engkau janjikan lebih besar dari dunia ini, yaitu pertemuan dengan-Mu kelak.
Aku tidak ingin ada tabir diantara aku dengan-Mu, Ya Rabb. Tapi bolehkah aku curhat sekarang wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati. Bayangannya masih terus terlintas di pikiranku. Kenangan-kenangan manis dengannya masih terasa. Katanya dia melakukannya bukan untukku tapi untuk-Mu, apa benar itu ya Rahman? Dia tidak membalas surat yang kukirimkan tapi dari status yang dia buat dan smsku yang tidak di balasnya lagi sepertinya dia sudah membaca pesan itu. Tapi nampak dia begitu sedih, apa kata-kataku itu terlalu kasar ya? Apa dia tersinggung. Dia tidak menjawabnya. Padahal aku butuh tanggapan. Atau aku pura-pura tidak tahu saja kalau dia sudah membaca surat itu? Apa dia jadi membelikan buku yang aku titipkan? Akankah dia sms untuk mengabariku tentang buku-buku itu. Kalau dia sudah beli kan bisa aku bayar. Tapi kalau belum, ya tak apalah, kan dia juga udah usaha untuk mencari buku-buku itu. Ya Allah dia baik banget, tapi kebaikan-Mu jauuuh lebih banyak. Ya Allah, dia perhatian banget, tapi perhatian-Mu jauuuh lebih besar.
Hai Ikhwan, jangan marah kalau aku lebih memilih cinta Allah. Karena Allah tak pernah menhkhianati cinta-Nya. Ketika aku mencintaimu aku tak tahu apa kau juga mencintaiku. Tapi ketika aku mencintai-Nya aku tahu Dia juga mencintaiku, bahkan cinta-Nya lebih dari yang kuinginkan.
Ada beberapa statusnya yang lucu, katanya kali ini dia pulang dalam keadaan sakiitt.. entah sakit hati atau fisiknya benar-benar sedang sakit aku tak paham, kecuali dia mau menjelaskannya padaku. Tapi rasanya tak mungkin dia mau cerita padaku. Seseorang yang bukan apa-apa baginya. Menghadapinya seperti menghadapi anak kecil yang sedang merajuk. Ku kasih permen dia nggak mau, ku kasih es krim dia juga nggak mau. Berarti membujuknya lebih susah lagi daripada anak kecil. Karena anak kecil dengan baju stelan biru dongker itu kini telah dewasa.
Di bawah Cahaya Bulan Separuh

Malam sepi...
Langit penuh bintang...
Ibu dan putrinya bergandengan tangan di kegelapan malam...
Hanya berbekal lampu senter dan cahaya bulan separuh, menyusuri halaman berupa petak-petak tanah tempat menjemur biji kopi...
Suara burung hantu di kejauhan menambah suramnya malam..
Si putri kecil merapatkan tubuhnya ke pinggang ibunya, takut..
Si ibu tersenyum, dalam diam sembari berkata," Tak apa Nak! Ibu di sini.. Jangan takut.."

Walau malam pekat, tapi si putri kecil bisa melihat awan yang berarak di atas sana yang terkadang menutupi bulan dan bintang...

Putri kecil terdiam mendongakkan kepalanya,memandang langi lekat-lekat.. Ehmm..bintang yang terang, desa kecil di tengah hutan ini memberi panorama berbeda...Lautan bintang di langit, memanjakan mata si putri kecil.. Putri kecil ini baru dua malam tiba di desa bernama Talang Taring ini... Dan baru malam ini bisa keluar rumah (itu juga karena merengek-rengek sama ibunya)..Ehm.. Rumah... Ya lebih tepatnya rumah kayu/ rumah panggung yang tinggi yang oleh penduduk desa disebut dangau karena ukurannya yang tak seluas rumah-rumah di perkotaan, terdiri dari serambi, ruang tamu, dua kamar tidur dan dapur serta lorong sempit yang menghubungkan kamar dan dapur...

Malam kian larut, Si ibu mangajak putrinya masuk. Udara pun kian dingin. Baju tebal berlapis-lapis pun tak mampu membendung rasa dingin yang menusuk-nusuk kulit.

"Oahmm!" Si putri kecil pun menguap, jelas sekali kalau dia sudah mengantuk.

Si ibu dan putri kecilnya pun masuk ke rumah/dangau...